Proyek Bernilai Miliaran Diduga Sarat Penyimpangan
KETAPANG | DETIKREPORTASE.COM – Sejumlah proyek di lingkungan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, kini menjadi sorotan tajam publik. Indikasi kuat adanya praktik penyimpangan anggaran, mulai dari pengadaan barang hingga proses tender, mencuat ke permukaan dan menimbulkan tanda tanya besar soal integritas pengelolaan dana publik.
Berdasarkan hasil penelusuran tim DetikReportase.com, ditemukan adanya tiga paket pekerjaan yang patut diduga bermasalah. Paket pertama adalah belanja obat-obatan senilai Rp 2.023.876.619, paket kedua belanja alat laboratorium kimia senilai Rp 1.991.600.000, dan paket ketiga pengadaan alat angkutan darat dengan nilai mencapai Rp 3.927.750.000.
Ketiga proyek itu didanai dari Dana Alokasi Umum (DAU) tahun 2024, yang seharusnya diperuntukkan bagi peningkatan layanan kesehatan masyarakat.
Namun, menurut sumber internal yang memahami proses pengadaan tersebut, mekanisme pelaksanaan proyek justru diduga menyimpang dari ketentuan. “Secara administratif memang lewat sistem e-catalog, tapi prakteknya tidak transparan. Ada pihak-pihak tertentu yang sudah disiapkan sejak awal untuk jadi pemenang,” ujar sumber yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Indikasi Pengaturan Tender dan Gratifikasi
Informasi yang diperoleh redaksi menyebutkan bahwa proses pemilihan penyedia barang dan jasa di Dinkes Ketapang diduga hanya formalitas. Pemenang tender disebut-sebut sudah ditentukan jauh sebelum lelang diumumkan.
Lebih jauh, sumber yang sama mengungkap adanya potensi gratifikasi dan penyalahgunaan kewenangan dalam proses tersebut.
“Dari awal sudah ada pengondisian. Ada dugaan ‘komitmen fee’ antara pihak tertentu dengan oknum di internal dinas,” ujarnya lagi. Dugaan tersebut diperkuat oleh adanya sejumlah kejanggalan dalam dokumen kontrak dan pengiriman barang.
Beberapa item pengadaan, seperti alat laboratorium dan kendaraan dinas, disebut tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang tercantum dalam kontrak kerja.
“Barang yang datang kualitasnya tidak sebanding dengan harga yang tercantum. Ada yang dipesan, tapi tidak dikirim. Itu indikasi kuat penggelembungan anggaran atau bahkan fiktif,” ungkapnya.
Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran serius bahwa uang negara dalam jumlah besar berpotensi diselewengkan melalui modus mark-up dan proyek fiktif. Bila benar terjadi, praktik semacam ini jelas melanggar prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik.
Aktivis Soroti Lemahnya Transparansi dan Dugaan Kolusi
Ketua Koalisi Masyarakat Peduli Pembangunan (KMPP) Ketapang, Suryadi, turut angkat bicara menanggapi temuan tersebut. Ia menilai proyek-proyek di Dinkes sulit diakses publik dan terkesan ditutup-tutupi.
Menurutnya, minimnya transparansi membuka ruang bagi praktik kolusi antara pejabat dan pihak swasta.
“Selama ini masyarakat hanya bisa menonton. Informasi pengadaan di Dinkes sangat tertutup. Publik tidak tahu siapa penyedianya, berapa harga aslinya, dan bagaimana mekanismenya. Ini bisa mengarah pada korupsi sistemik,” tegas Suryadi.
Ia juga menilai, kedekatan oknum pejabat dengan aparat penegak hukum tertentu membuat mereka seolah merasa kebal hukum.
“Jangan karena merasa dekat dengan oknum APH lalu menganggap semua bisa dikondisikan. Itu berbahaya bagi penegakan hukum dan kepercayaan publik,” ujarnya menegaskan.
Lebih lanjut, Suryadi mendesak agar APH segera melakukan penyelidikan mendalam terhadap dugaan penyimpangan di Dinkes Ketapang. Ia menekankan bahwa indikasi proyek fiktif, markup, dan pengadaan tidak sesuai spesifikasi harus menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas.
“Asumsi ini bukan sekadar opini. Kami punya dasar dari hasil pemantauan lapangan dan laporan masyarakat. Ini harus diusut tuntas agar publik tidak terus dirugikan,” tambahnya.
Desakan Hukum dan Kebutuhan Audit Independen
Suryadi juga menyoroti lemahnya pengawasan internal di Dinkes Ketapang. Menurutnya, Inspektorat Daerah seharusnya tidak tinggal diam dan perlu melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek tersebut.
Ia bahkan menyinggung dugaan penyimpangan lama yang hingga kini tak tersentuh hukum, seperti anggaran makan minum rapat senilai Rp 800 juta yang menguap tanpa kejelasan.
“Kalau kasus lama saja tidak ada kejelasan, wajar publik ragu terhadap komitmen antikorupsi di daerah ini. Karena itu, kami mendesak agar Kejaksaan dan Polres Ketapang turun tangan secara serius,” ujar Suryadi.
Masyarakat menilai penegakan hukum yang tegas dan tidak pandang bulu akan menjadi tolok ukur sejauh mana pemerintah daerah bersungguh-sungguh menjaga integritas pengelolaan anggaran. Jika tidak, kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah akan semakin tergerus.
Tim DetikReportase.com akan terus mengawal kasus ini dan masih melakukan upaya ko firması ke berbagai pihak, jika ada data dan klarifukasi terbaru dari berbagai pihak kami siap memuat berita la hutan. Tim detikreportase com juga telah berulang kali berusaha meminta tanggapan dari Kepala Dinas Kesehatan Ketapang, baik melalui pesan maupun kunjungan langsung ke kantor dinas. Namun hingga berita ini diturunkan, belum ada jawaban resmi dari pihak bersangkutan.
Sikap diam tersebut justru memperkuat kecurigaan publik bahwa ada hal-hal yang sengaja ditutup rapat dari sorotan media.
Kasus dugaan penyelewengan dana publik ini kini menjadi pembicaraan hangat di masyarakat Ketapang. Publik berharap agar aparat penegak hukum segera bertindak cepat dan transparan, demi mencegah potensi kebocoran anggaran yang lebih besar di sektor vital seperti kesehatan.
✍️ Slamet | detikreportase.com | Ketapang – Kalimantan Barat
DETIKREPORTASE.COM : Mengungkap Fakta, Menjaga Integritas Publik


