Dugaan Penyimpangan Dana di Tubuh RSUD Agoesdjam
Ketapang | detikreportase.com – Isu panas kembali mengguncang dunia kesehatan di Kabupaten Ketapang. Kali ini, sorotan tertuju pada pengelolaan dana **Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)** di **RSUD Agoesdjam Ketapang**, yang diduga sarat penyimpangan dan ketidaktransparanan. Koalisi Masyarakat Pembangun Pembangunan Ketapang (KMP2K) menyebut adanya indikasi kuat penyelewengan anggaran senilai lebih dari Rp64 miliar dalam kurun waktu dua tahun terakhir, yakni periode 2023 hingga 2024.
Perwakilan KMP2K, Suryadi, menyampaikan bahwa pihaknya menemukan sejumlah kejanggalan dalam laporan keuangan BLUD RSUD Agoesdjam. Berdasarkan data yang dikumpulkan, pada tahun 2023 rumah sakit tersebut mengelola dana sebesar Rp15.485.255.560 dan Rp31.921.443.531, sementara pada tahun 2024 anggaran yang dialokasikan mencapai Rp16.661.194.600.
“Ketidaktransparanan ini seakan menjadi lahan basah untuk diselewengkan. Kami menduga ada permainan dalam pengelolaan keuangan rumah sakit yang harus segera diusut,” ujar Suryadi, Rabu (29/10/2025).
Item Anggaran Diduga Bermasalah
KMP2K menyoroti sejumlah pos pengeluaran yang dianggap tidak wajar dan berpotensi disalahgunakan. Beberapa di antaranya meliputi:
– Dana BLUD senilai Rp26 miliar
– Dugaan pungutan liar di area parkir
– Pengelolaan limbah bahan berbahaya (B2) yang tidak sesuai aturan
– Belanja obat-obatan senilai Rp2.023.876.619
– Belanja modal alat laboratorium kimia air teknik penyehatan senilai Rp1.991.600.000
– Pengadaan alat angkutan darat bermotor lainnya senilai Rp3.927.750.000 Menurut Suryadi, total nilai dugaan penyelewengan tersebut jika diakumulasikan mencapai puluhan miliar rupiah. Ia menilai lemahnya pengawasan internal dan kurangnya transparansi menjadi faktor utama yang membuka celah terjadinya praktik korupsi di lingkungan rumah sakit milik pemerintah daerah itu.
“Dengan sistem BLUD seharusnya semua kegiatan keuangan bisa diaudit secara terbuka. Tapi yang terjadi justru sebaliknya, banyak data tidak bisa diakses publik dan diduga disembunyikan,” tambahnya.
Klarifikasi yang Gagal dan Sikap Arogan Pimpinan
Suryadi mengungkapkan bahwa pihaknya sudah berupaya meminta klarifikasi langsung kepada **Plt Direktur RSUD Agoesdjam Ketapang, dr. Feria Kowira**, namun hingga kini belum mendapat tanggapan resmi. Upaya komunikasi yang dilakukan beberapa kali pun selalu berujung buntu. “Sudah saya coba hubungi, tapi tidak bisa direspons. Akhirnya saya mendatangi salah satu staf rumah sakit yang juga pejabat pengadaan. Bukannya mendapat jawaban teknis, justru dia malah mengajak berteman karena khawatir masalah ini mencuat ke publik,” kata Suryadi.
Ia menambahkan, staf tersebut sempat berkeluh kesah bahwa dirinya kerap dijadikan “ATM berjalan” oleh oknum aparat hukum jika persoalan anggaran rumah sakit mulai disorot publik. “Ini menunjukkan ada ketakutan di internal mereka, yang justru memperkuat dugaan adanya praktik tidak sehat dalam pengelolaan dana rumah sakit,” tegasnya.
Lebih lanjut, Suryadi menilai sikap dr. Feria Kowira yang dinilai arogan dan sulit diajak berkomunikasi menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak layak memimpin lembaga publik yang mengelola dana miliaran rupiah. “Apalagi beliau saat ini merangkap jabatan sebagai Plt Direktur RSUD, tentu tanggung jawabnya besar. Tapi justru terkesan tidak transparan,” ujarnya.
Desakan Audit dan Evaluasi dari Pemerintah Daerah
KMP2K secara tegas meminta **Bupati dan Wakil Bupati Ketapang** untuk segera mengevaluasi kinerja dr. Feria Kowira serta meninjau ulang seluruh kegiatan keuangan di RSUD Agoesdjam. Mereka juga mendorong aparat penegak hukum, mulai dari **Inspektorat, Kejaksaan, hingga Kepolisian**, agar segera melakukan audit menyeluruh terhadap penggunaan dana BLUD tahun 2023–2024. “Bupati harus turun tangan, karena ini menyangkut uang publik dan pelayanan kesehatan masyarakat. Jangan sampai rumah sakit daerah menjadi ladang korupsi baru,” tegas Suryadi.
Hingga berita ini diturunkan, pihak RSUD Agoesdjam Ketapang belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan tersebut. Upaya konfirmasi yang dilakukan detikreportase.com kepada dr. Feria Kowira melalui sambungan telepon dan pesan singkat juga belum mendapat respons.
Kasus dugaan penyimpangan dana BLUD ini menambah daftar panjang persoalan tata kelola keuangan di sektor kesehatan daerah. Padahal, sistem BLUD sejatinya dirancang untuk meningkatkan kemandirian dan pelayanan publik, bukan untuk memperkaya oknum tertentu.
Masyarakat Ketapang berharap agar lembaga berwenang segera turun melakukan investigasi mendalam dan menindak tegas siapa pun yang terbukti melakukan pelanggaran hukum. “Kami tidak ingin isu ini menguap. Uang Rp64 miliar itu milik rakyat, harus jelas ke mana perginya,” tutup Suryadi dengan nada tegas.
✍️ Slamet | detikreportase.com | Ketapang – Kalimantan Barat
DETIKREPORTASE.COM : Tegas dalam Pengawasan, Berani Membongkar Fakta


