Dugaan persekongkolan di SPBU Teluk Batang
KAYONG UTARA | DETIKREPORTASE.COM – Dugaan praktik kotor dalam penyaluran BBM bersubsidi jenis solar mencuat di SPBU 64.78809 Teluk Batang, Kecamatan Teluk Batang, Kabupaten Kayong Utara. Persekongkolan yang melibatkan oknum pejabat dan pengelola SPBU diduga kuat telah merugikan nelayan yang seharusnya berhak menerima solar untuk kebutuhan melaut. Pengungkapan kasus ini disampaikan oleh Anton Patriawan Purba, paralegal yang mendapat kuasa dari Perkumpulan Nelayan Desa Alur Bandung dan Teluk Batang. Ia menyebut ada kejanggalan serius terkait distribusi solar bersubsidi yang melanggar SOP dan aturan yang berlaku.
“Surat rekomendasi dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) untuk nelayan dikeluarkan pada 3 Juli 2025, tetapi tidak diserahkan kepada nelayan yang berhak. Justru oleh oknum Dinas berinisial G, surat itu diserahkan kepada pihak lain, yaitu Haji Urp,” ungkap Anton, Rabu (24/9/2025).
Nelayan kesulitan dapat solar dengan harga resmi
Akibat tidak memegang surat rekomendasi, para nelayan tidak bisa mengambil solar langsung di SPBU. Jika pun mereka ingin mengambil, harus melalui Haji Urp dengan harga yang jauh di atas ketentuan. “Surat rekom ada, tapi mereka tidak bisa mengambil minyak di SPBU. Jika pun mau ambil, harus melalui Haji Urp dengan harga Rp 9.000 per liter, sedangkan harga resmi yang ditetapkan pemerintah hanya Rp 6.800. Akhirnya para nelayan memilih tidak membeli karena merasa dirugikan,” tegas Anton.
Kondisi ini membuat nelayan terancam tidak bisa melaut, sehingga pendapatan keluarga ikut terganggu. Mereka menilai sistem distribusi yang berlaku saat ini tidak transparan dan membuka celah penyalahgunaan.
Mediasi di Polsek Teluk Batang belum berbuah hasil
Mencari jalan keluar, para nelayan bersama pendamping hukum mengajukan mediasi di Polsek Teluk Batang. Namun hingga kini belum tercapai kesepakatan yang memuaskan kedua belah pihak. Anton memastikan pihaknya akan melanjutkan upaya hukum jika tidak ada solusi dari pihak terkait. “Kami akan membuat pengaduan resmi dan mengajukan audiensi ke Kabupaten, agar ada kejelasan dan kepastian hak bagi nelayan,” ujarnya.
Sementara itu, ketika dihubungi melalui WhatsApp, Haji Urp mengakui bahwa surat rekomendasi memang disampaikan kepadanya, tetapi ia mengklaim sudah mengembalikannya ke DKP karena nelayan tidak mau mengambil solar.
“Sudah saya kembalikan. Orang yang punya rekom disuruh ambil minyak tidak mau karena tidak punya duit. Sudah saya rapatkan dengan Dinas Perikanan. Kalau mau dapat minyak bersubsidi, harus minta ke Perikanan, kemudian Perikanan mohon ke Pertamina agar kuotanya ditambah,” jelas H. Urp, Kamis (25/9/2025).
Bantahan soal harga dan desakan transparansi
H. Urp juga membantah tudingan bahwa ia menjual solar seharga Rp 9.000 per liter. “Kami tidak pernah menjual Rp 9.000, bisa dicek di SPBU. Jika mereka mau lapor, saya juga bisa melaporkan mereka. Saya hanya menjalankan perintah atasan dan bukan petugas SPBU,” tegasnya. Sampai berita ini diterbitkan, oknum Dinas DKP Kayong Utara berinisial G belum memberikan klarifikasi. Redaksi Detikreportase.com tetap membuka ruang hak jawab bagi semua pihak untuk memberikan penjelasan agar masalah ini bisa terang benderang.
Kasus ini menjadi perhatian serius masyarakat karena menyangkut hajat hidup nelayan yang bergantung pada BBM bersubsidi untuk mencari nafkah. Praktik penyelewengan jika benar terjadi, dapat mengancam keberlanjutan sektor perikanan tradisional dan menambah beban ekonomi masyarakat pesisir.
✍️ Slamet | detikreportase.com | Kayong Utara – Kalimantan Barat
DETIKREPORTASE.COM : Advokasi Nelayan, Bongkar Dugaan Mafia BBM Bersubsidi


