Jawa TengahPOLRI

Polda Jateng Cuci Pataka “Maneka Tunggal Dharma”, Teguhkan Jiwa Bhayangkara yang Tak Lekang Oleh Zaman

353
×

Polda Jateng Cuci Pataka “Maneka Tunggal Dharma”, Teguhkan Jiwa Bhayangkara yang Tak Lekang Oleh Zaman

Sebarkan artikel ini
Menaka tunggal dharma Kapolda tateng pimpin langsung upacara pencucian bendera untuk menyambut hari bhayangkara, teguhkan jiwa bhayangkara yang tak lekang oleh zaman
Fhoto Kapolda Jateng saat upacara Cuci Petaka"Menaka Tunggal Dharma"

SEMARANG | DETIKREPORTASE.COM

Dalam suasana penuh khidmat dan simbolik, Kepolisian Daerah Jawa Tengah kembali menghidupkan tradisi mulia jelang Hari Bhayangkara ke-79 dengan menggelar upacara pencucian Pataka “Maneka Tunggal Dharma”, Rabu pagi (18/6/2025). Prosesi ini bukan sekadar seremonial, tetapi momentum sakral untuk meneguhkan nilai-nilai pengabdian insan Bhayangkara kepada bangsa dan masyarakat.

Digelar di Gedung Borobudur Mapolda Jateng, upacara ini dipimpin langsung oleh Kapolda Jateng, Irjen Pol Ribut Hari Wibowo, dengan kehadiran seluruh pejabat utama dan perwakilan satuan kerja dari berbagai lini. Atmosfer sunyi namun penuh wibawa mengiringi setiap langkah prosesi, seolah menegaskan bahwa semangat Tribrata tak akan luntur dimakan waktu.

Tradisi Sakral, Pataka Dicuci Bukan Sekadar Disuci

Pencucian Pataka bukan hanya prosesi membasuh simbol kebesaran Polda Jateng, melainkan bentuk pemurnian niat dan penguatan jiwa pengabdian. “Maneka Tunggal Dharma”, nama pataka yang berasal dari bahasa Sansekerta, bermakna “berbeda-beda satu tujuan”. Ia menggambarkan Polri sebagai satu kesatuan dari banyak fungsi, bersatu demi misi luhur: melindungi, mengayomi, dan melayani rakyat.

Kapolda, sebagai inspektur upacara, memimpin langsung prosesi pencucian, disaksikan para personel dengan sikap penuh hormat. Lagu Mars Polri menggema mengiringi awal acara, disusul penghormatan pasukan dan laporan dari komandan upacara.

Pemurnian Nilai Tribrata, Semangat yang Ditegakkan Ulang

Tradisi ini menegaskan bahwa Bhayangkara bukan hanya seragam dan jabatan, melainkan jiwa dan semangat yang harus terus disucikan. Melalui simbol air dan Pataka, nilai-nilai luhur Tribrata dimurnikan kembali agar tak tergerus oleh zaman.

“Kita tidak hanya mencuci pataka, tapi memurnikan komitmen. Ini bukan sekadar lambang, tapi pengingat bahwa setiap tindakan kita harus berakar pada integritas dan keikhlasan,” ujar Kabidhumas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, usai prosesi.

Momentum Introspeksi, Bukan Seremonial Belaka

Artanto menegaskan, kegiatan ini adalah momen reflektif yang penting dalam perjalanan pengabdian anggota Polri. Bukan rutinitas tahunan, melainkan titik tolak untuk menilai kembali sejauh mana semangat Tribrata hadir dalam kerja nyata.

“Melalui prosesi ini, kami ingin menghidupkan kembali semangat Bhayangkara yang sejati—yang hadir dengan empati, melayani dengan hati, dan menegakkan hukum dengan keadilan,” tegasnya.

Humanis dan Profesional, Bukan Hanya Wacana

Semangat Polri masa kini adalah transformasi pelayanan publik yang lebih humanis. Di tengah tantangan sosial yang kompleks, Polri dituntut bukan hanya kuat secara struktur, tetapi juga tangguh secara nurani.

“Ini bukan hanya soal bendera, tapi tentang nilai. Bagaimana kita menjaga kepercayaan publik dan menunjukkan bahwa Polri hadir untuk semua,” tambah Artanto dengan nada penuh keyakinan.

79 Tahun Bhayangkara: Dari Simbol Menuju Aksi Nyata

Dengan tema Hari Bhayangkara ke-79, “Polri Untuk Masyarakat”, Polda Jateng berharap tidak hanya menjadi penegak hukum, tapi juga pengayom dan pelayan yang hadir secara nyata di tengah masyarakat.

“Semoga peringatan ini menjadi momentum kebangkitan semangat baru dan titik awal memperkuat empati serta dedikasi,” ungkap Artanto.

Simbol yang Menghidupkan Semangat

Pataka “Maneka Tunggal Dharma” bukan sekadar kain bersulam emas. Ia adalah pengingat, bahwa di balik seragam cokelat, ada janji yang harus ditepati. Ada sumpah yang harus dijaga. Dan ada masyarakat yang harus dilindungi, bahkan ketika tak seorang pun melihat.

Doa yang Menyatu dalam Upacara

Usai pencucian, prosesi ditutup dengan Hymne Polri dan doa bersama. Suasana haru menyelimuti ruangan. Para peserta tidak hanya berdiri dalam formasi, tapi juga dalam keheningan batin—sebuah tanda bahwa mereka benar-benar menyatu dengan momen tersebut.

Bukan Sekadar Upacara, Ini Adalah Cermin Pengabdian

Di tengah rutinitas tugas dan tekanan pekerjaan, tradisi ini menjadi pengingat yang sederhana tapi bermakna: bahwa setiap langkah Bhayangkara harus berpijak pada nilai-nilai luhur, bukan sekadar prosedur. Dan bahwa kepercayaan publik bukanlah hadiah, tapi amanah yang terus diperjuangkan.

✍️ Asep Saepudin | DetikReportase.com | Semarang – Jawa Tengah

DETIKREPORTASE.COM – Dari Tradisi Bhayangkara, Tumbuh Jiwa Pengabdian Tanpa Batas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250