JENEPONTO |DETIKREPORTASE.COM–
Sebuah gubuk reot di sudut kampung Tolo Timur menjadi saksi bisu hidup Jumanai (65), seorang kakek yang menua dalam sepi. Tak ada istri, tak ada anak, tak ada penghasilan tetap. Hanya sebatang kara, di atas tanah milik keluarga jauh yang ia tumpangi.
Pada Rabu (7/5/2025), wajah Jumanai yang penuh keriput itu tiba-tiba disambangi sosok tak terduga—Kapolres Jeneponto, AKBP Widi Setiawan, S.I.K., M.I.K. Kunjungan ini bukan sekadar basa-basi seremonial. Ia datang membawa sembako, pakaian, dan lebih dari itu: perhatian yang tulus kepada seorang warga yang nyaris terlupakan.
Tanpa Kasur, Tanpa Lemari, Hanya Tanah dan Dinding Rapuh
Didampingi Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan Lurah Tolo Timur, rombongan Kapolres menyusuri jalanan kampung hingga ke sudut tempat gubuk berdiri. Di dalamnya tak ada perabot, tak ada alas tidur, hanya tanah yang menjadi lantai dan dinding-dinding tua yang nyaris roboh.
“Pak Jumanai tinggal di sini seorang diri sejak lama. Ia memang menerima bantuan seperti raskin dan BPJS, tapi tidak cukup untuk hidup layak,” jelas Irsan Muhammad, S.E., Lurah Tolo Timur.
Tak Ada Lagi yang Dipeluk, Hanya Duka yang Diam
Kisah hidup Jumanai membuat siapa pun terdiam. Istri dan anaknya telah lama meninggal dunia. Sejak itu, hidupnya tak lagi punya arah pasti. Pekerjaan pun tak ada. Ia hanya berharap pada kepedulian tetangga dan uluran tangan sesekali.
Kapolres Jeneponto berbincang langsung dengan Jumanai. Tak banyak yang bisa dikatakan sang kakek, kecuali ucapan terima kasih dan senyum getir yang berusaha disembunyikan dari sorot kamera.
Pelajaran tentang Hidup, dari Seorang yang Tak Lagi Punya Apa-apa
“Melihat kondisi seperti ini, kita diajak untuk lebih bersyukur, lebih peduli,” kata AKBP Widi. “Bukan hanya sebagai polisi, tetapi sebagai manusia yang bisa membantu sesama.”
Kegiatan sosial ini menjadi cermin bahwa hadirnya aparat negara bukan hanya di ruang hukum, tetapi juga di ruang hati rakyat—yang sunyi, rapuh, dan sering kali terabaikan.
✍️ Rusli | DetikReportase.com | Jeneponto
