Korban Mengaku Alami Trauma Usai Diperlakukan Tak Pantas
KETAPANG | DETIKREPORTASE.COM – Kasus dugaan pelecehan terhadap seorang siswi magang di lingkungan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, terus menuai sorotan publik. Korban, yang identitasnya disamarkan dengan nama *Mawar*, mengaku bahwa perilaku salah satu pejabat Satpol PP berinisial **SA** mulai berubah sejak dirinya sering dipanggil ke ruangan dengan dalih pekerjaan. Menurut pengakuan korban, SA beberapa kali mengajaknya berbicara secara pribadi di kantor hingga akhirnya mengundangnya untuk ikut berkeliling menggunakan mobil dinas ke kawasan Sungai Awan. Situasi kemudian berubah mencekam.
“Dia turunkan sandaran kursi saya, lalu memegang tangan saya. Saya berteriak dan menangis karena ketakutan,” ujar Mawar dengan suara terbata, seperti dikutip dari keterangan yang beredar di media lokal.
Sejak kejadian itu, korban mengaku mengalami tekanan psikologis dan memilih menghindar dari lingkungan kerja. Ia berharap proses hukum dapat berjalan transparan dan memberikan keadilan bagi dirinya.
Pejabat Terduga Pelaku Bantah Lakukan Pelecehan
Pejabat berinisial **SA** membantah keras tuduhan tersebut. Ia mengakui memang sempat membawa korban berkeliling menggunakan mobil dinas, namun menurutnya hal itu bukan bentuk pelecehan. “Saya hanya mengajaknya melihat area tugas. Tangisannya bukan karena saya, tapi karena masalah pribadi di rumah,” ujar SA saat dikonfirmasi media.
Meski demikian, publik menilai pernyataan tersebut belum menjawab substansi dugaan perilaku tidak pantas yang dilaporkan korban. Beberapa pihak mendesak agar proses klarifikasi tidak hanya berhenti pada pembelaan sepihak, melainkan dilanjutkan dengan investigasi menyeluruh dari pihak berwenang.
Aktivis Desak Pemerintah dan KPAI Turun Tangan
Kasus ini memantik reaksi keras dari berbagai pihak, terutama kalangan aktivis perempuan dan pegiat perlindungan anak di Ketapang. Mereka mendesak **Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)**, **Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A)**, serta aparat penegak hukum segera melakukan investigasi independen. “Ini bukan sekadar isu moral, tapi menyangkut keselamatan dan martabat anak perempuan di ruang publik,” ujar salah satu aktivis perempuan Ketapang.
Menurutnya, kasus seperti ini berpotensi menimbulkan efek domino jika tidak ditangani dengan transparan. Ia menegaskan bahwa keberanian korban berbicara perlu dihormati, dan instansi pemerintah wajib memastikan keamanan serta hak-hak korban selama proses penyelidikan berlangsung.
Potensi Sanksi Berat bagi Pelaku Jika Terbukti
Jika dugaan pelecehan ini terbukti, pejabat ASN berinisial SA terancam sanksi disiplin berat sebagaimana diatur dalam **Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil**. Sanksi tersebut dapat berupa penurunan jabatan, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian dengan tidak hormat. Selain sanksi administrasi, pelaku juga dapat dijerat pidana berdasarkan Pasal 289 KUHP tentang perbuatan cabul yang dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan.
Publik kini menanti langkah tegas dari Pemerintah Kabupaten Ketapang, Inspektorat, dan aparat penegak hukum untuk mengusut kasus ini secara profesional, transparan, dan berpihak pada korban.
✍️ Slamet | detikreportase.com | Ketapang – Kalimantan Barat
DETIKREPORTASE.COM : Suara Keadilan untuk Korban, Tegas Lawan Pelecehan!


