Pentingnya pemahaman hukum bagi jurnalis
JAKARTA | DETIKREPORTASE.COM – Wartawan sering kali berada di garis depan dalam menyampaikan informasi kepada publik, terutama ketika meliput kasus hukum dan kriminal. Namun, profesi mulia ini tak jarang membawa risiko. Banyak jurnalis justru harus berhadapan dengan jeratan hukum karena kurang memahami payung regulasi yang mengikat kerja-kerja jurnalistik di Indonesia. Agustinus Bobe, S.H., M.H., praktisi hukum pers di Jakarta, menegaskan bahwa pemahaman regulasi adalah benteng utama bagi wartawan. Tanpa itu, risiko kriminalisasi atau pelaporan hukum sangat besar.
“Banyak rekan-rekan wartawan yang dilaporkan, bahkan ada yang diproses hukum, karena dianggap melanggar KUHP, UU Pers, atau UU ITE. Padahal, tugas mereka adalah menyampaikan informasi kepada publik,” ujarnya pada Minggu, 7 September 2025.
Menurut Agustinus, kesalahpahaman ini sering terjadi karena masih ada aparat atau pihak-pihak tertentu yang tidak sepenuhnya memahami posisi UU Pers sebagai lex specialis yang seharusnya melindungi karya jurnalistik.
Tiga regulasi yang kerap menjerat wartawan
Setidaknya ada tiga regulasi utama yang paling sering bersinggungan dengan profesi wartawan di lapangan: KUHP: Pasal pencemaran nama baik atau fitnah kerap digunakan untuk mempersoalkan berita yang dianggap merugikan pihak tertentu.
UU Pers No. 40 Tahun 1999: Menjadi undang-undang khusus yang memberikan perlindungan kepada wartawan selama berita disusun sesuai kode etik jurnalistik.
UU ITE: Khususnya pasal pencemaran nama baik di ruang digital, banyak digunakan untuk menjerat wartawan media online.
“Kalau salah pijak, wartawan bisa dengan mudah dilaporkan. Inilah risiko profesi yang harus diimbangi dengan pemahaman hukum,” tambah Agustinus.
Kondisi ini membuat wartawan berada di persimpangan: di satu sisi dituntut untuk menyajikan informasi akurat dan cepat, namun di sisi lain dibayangi ancaman jeratan hukum jika pemberitaan dianggap melanggar.
Langkah pencegahan dan solusi hukum
Agustinus menekankan bahwa wartawan perlu membekali diri dengan pemahaman hukum yang memadai. Ada beberapa langkah strategis yang bisa dilakukan: 1. Pahami UU Pers: Undang-undang ini memberikan mekanisme penyelesaian sengketa melalui hak jawab dan hak koreksi. Wartawan perlu mendorong jalur ini sebelum kasus masuk ke ranah pidana.
2. Ketaatan pada Kode Etik Jurnalistik (KEJ): Menulis berita harus berdasarkan fakta, tidak menghakimi, dan menjaga keseimbangan narasumber.
3. Gunakan hak tolak: Wartawan berhak melindungi identitas narasumber demi keamanan dan kerahasiaan sumber informasi.
4. Kolaborasi dengan LBH Pers: Pendampingan hukum dari lembaga bantuan hukum pers sangat penting agar jurnalis tidak sendirian menghadapi perkara.
5. Edukasi digital: Khusus media online, penting memahami batasan UU ITE agar pemberitaan tidak ditafsirkan sebagai penghinaan atau pencemaran.
“Hak tolak, hak koreksi, dan hak jawab adalah instrumen penting dalam menjaga keseimbangan antara kebebasan pers dan tanggung jawab hukum,” jelasnya.
Wartawan sebagai mitra penegakan hukum
Meskipun kerap bersinggungan dengan aturan hukum, Agustinus menegaskan bahwa wartawan bukanlah musuh hukum. Sebaliknya, jurnalis adalah mitra penting dalam penegakan keadilan dengan menghadirkan kebenaran ke ruang publik. “Wartawan bukan musuh hukum, justru mereka mitra dalam menegakkan keadilan dengan menyajikan kebenaran kepada publik,” tegasnya.
Profesi wartawan memang sarat risiko, terlebih ketika meliput isu-isu sensitif seperti korupsi, kriminalitas, atau konflik. Namun, dengan pemahaman yang baik terhadap KUHP, UU Pers, dan UU ITE, ditambah ketaatan pada kode etik jurnalistik, wartawan dapat tetap menjalankan tugasnya dengan percaya diri.
Lebih jauh, kesadaran hukum ini juga menjadi penegasan bahwa kebebasan pers tidak bisa dipisahkan dari tanggung jawab. Hanya dengan keseimbangan itulah, jurnalisme dapat terus berperan sebagai pilar demokrasi, sekaligus melindungi jurnalis dari ancaman kriminalisasi yang kerap membayangi.
✍️ Andi Rosha | detikreportase.com | Jakarta – DKI Jakarta
DETIKREPORTASE.COM : Pers Bebas, Demokrasi Kuat, Hukum Berkeadilan


