Warisan Budaya yang Diabaikan
GOWA – SULSEL | DETIKREPORTASE.COM – Miniatur rumah adat Soppeng yang berada di kawasan Benteng Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, mendadak menjadi sorotan publik setelah beredar viral di media sosial. Dalam video dan foto yang tersebar, tampak bangunan kayu itu nyaris roboh, dengan atap yang lapuk dan dinding yang mulai rusak termakan waktu.Kondisi memprihatinkan ini menimbulkan pertanyaan publik: di mana perhatian pemerintah daerah terhadap pelestarian warisan budaya? Miniatur rumah adat yang semula dibangun sebagai simbol identitas masyarakat Soppeng kini menjadi saksi bisu dari kelalaian dalam menjaga sejarah.
Benteng Somba Opu sendiri dikenal sebagai kawasan cagar budaya yang menyimpan berbagai rumah adat dari seluruh daerah di Sulawesi Selatan. Sayangnya, rumah adat Soppeng yang seharusnya menjadi kebanggaan justru tampak ditelantarkan tanpa pemeliharaan layak.
Budayawan: Ini Bukan Sekadar Bangunan, Tapi Simbol Identitas
Seorang budayawan Sulawesi Selatan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan keprihatinannya atas kondisi rumah adat tersebut. Menurutnya, rumah adat bukan hanya sekadar bangunan fisik, tetapi juga sarat nilai-nilai sejarah, budaya, dan filosofi hidup masyarakat setempat.> “Ini menyangkut identitas kita sebagai orang Sulsel, sebagai orang Bugis. Rumah adat itu bukan sekadar kayu dan atap. Di situ ada cerita, ada ruh. Kalau ini dibiarkan, kita akan kehilangan bagian penting dari sejarah,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa peran pemerintah daerah sangat penting dalam menjaga dan merawat rumah adat. Bentuk perhatian itu bisa diwujudkan dalam pengalokasian anggaran khusus untuk perbaikan, pendataan berkala terhadap aset budaya, hingga regulasi yang mendukung pelestarian.
> “Pemda harusnya punya program konservasi rutin. Kalau sudah ada rumah adat yang berdiri di cagar budaya, itu seharusnya dijaga, bukan dibiarkan lapuk,” tegasnya.
Fungsi Edukatif dan Potensi Pariwisata Terabaikan
Miniatur rumah adat seperti yang terdapat di Benteng Somba Opu memiliki nilai strategis sebagai sarana edukasi generasi muda. Anak-anak sekolah yang berkunjung bisa belajar langsung tentang arsitektur tradisional, filosofi lokal, hingga sejarah budaya leluhur.Namun dengan kondisi yang rusak dan terbengkalai, rumah adat itu justru memberi kesan bahwa warisan budaya kita tidak penting. “Bagaimana generasi muda mau menghargai budaya kalau yang tersisa hanya puing dan debu?” sindir seorang warga Gowa yang biasa berjualan di sekitar benteng.
Tak hanya itu, rumah adat yang terawat seharusnya bisa menjadi magnet wisata budaya. Sektor pariwisata lokal dapat tumbuh jika rumah adat dijadikan pusat kegiatan budaya, pameran kerajinan, atau pertunjukan seni tradisional.
> “Kalau serius dikelola, ini bisa menjadi sumber pendapatan daerah dan juga pemberdayaan ekonomi warga lokal,” tambah budayawan tersebut.
Pemda Soppeng dan Gowa Harus Ambil Tindakan Nyata
Fenomena ini semestinya menjadi momentum refleksi bagi pemerintah daerah, khususnya Pemkab Soppeng sebagai pemilik simbol budaya, dan Pemkab Gowa sebagai pengelola kawasan. Keduanya perlu berkoordinasi untuk melakukan renovasi dan perawatan menyeluruh terhadap rumah adat yang rusak.Langkah cepat dan konkret sangat dibutuhkan sebelum kerusakan makin parah atau rumah adat itu ambruk dan tak bisa lagi diselamatkan.
Beberapa tokoh pemuda Soppeng juga mulai bersuara di media sosial, mendesak agar pemerintah “turun tangan” dan menyelamatkan identitas budaya mereka yang kini hanya tersisa dalam bentuk foto-foto lama dan cerita orang tua.
> “Kami anak muda ingin melihat rumah adat kami berdiri tegak, tidak terkapar seperti hari ini. Pemda harusnya lebih peka,” tulis salah satu aktivis budaya Soppeng dalam unggahan Instagramnya.
Kini, publik menunggu langkah nyata. Bukan hanya janji di media, tapi aksi di lapangan—karena warisan budaya tidak bisa ditunda lagi perawatannya.
✍️ Andi Rosha | detikreportase.com | Gowa – Sulawesi Selatan
DETIKREPORTASE.COM : Warisan Budaya Adalah Harga Diri, Bukan Sekadar Kayu dan Atap


