Tradisi Tahunan di Bulan Sura Kembali Digelar
PURWOREJO | DETIKREPORTASE.COM – Suasana sakral dan penuh khidmat menyelimuti Desa Katerban, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, pada Selasa (22/7/2025). Masyarakat dari berbagai kalangan tumpah ruah mengikuti prosesi adat Merti Desa, sebuah ritual tradisi sebagai bentuk syukur kepada Sang Pencipta dan komitmen terhadap pelestarian alam serta budaya warisan leluhur.
Kegiatan tahunan ini bertepatan dengan bulan Sura dalam kalender Jawa, bulan yang diyakini sarat makna spiritual. Ritual diawali dengan penyembelihan kambing secara adat, lalu dilanjutkan dengan doa bersama oleh para sesepuh desa dan tokoh masyarakat.
Prosesi Merti Desa di Katerban bukan hanya seremoni belaka, melainkan juga ekspresi kolektif warga dalam menjaga keharmonisan antara manusia, alam, dan kekuatan spiritual.
Nilai-nilai Luhur dalam Merti Desa
Ketua RW 4 Kelurahan Katerban, Purwadi, menjelaskan bahwa istilah Merti berasal dari kata metri atau memetri yang berarti “menjaga” atau “memelihara”. Tradisi ini secara turun-temurun dimaknai sebagai bentuk kepedulian terhadap alam dan rasa syukur atas hasil bumi yang melimpah.
> “Jadi kegiatan Merti Bumi memberi pesan pendidikan kepada masyarakat bagaimana cara merawat alam atau lingkungan serta sebagai wujud rasa syukur masyarakat,” ujar Purwadi kepada detikreportase.com.
Menurutnya, tradisi Merti Desa bukan sekadar ritual, melainkan bentuk pendidikan sosial dan ekologis yang ditanamkan sejak dini. Anak-anak dan generasi muda diajak terlibat, agar memahami bahwa budaya tidak boleh sekadar dikenang, melainkan dijaga dan dilestarikan.
Pelaksanaan acara juga melalui perhitungan hari yang matang bersama para sesepuh adat, agar sesuai dengan nilai spiritual Jawa dan membawa keberkahan bagi seluruh warga desa.
Kebersamaan dan Gotong Royong Masyarakat
Sejak pagi hari, warga bergotong-royong menyiapkan segala keperluan prosesi. Tumpeng, hasil bumi, serta sesaji khas desa disusun rapi sebagai bentuk persembahan kepada leluhur. Anak-anak, pemuda, hingga orang tua ikut andil dalam kegiatan ini, mencerminkan nilai kolektif yang masih dijaga di tengah modernitas zaman.
Keterlibatan kelompok pelestari budaya lokal juga menambah semarak kegiatan. Mereka turut mempertunjukkan tari-tarian tradisional, lagu daerah, hingga iringan gamelan yang menyatu dalam irama adat Jawa. Tak hanya warga lokal, sejumlah pengunjung dari desa tetangga pun hadir menyaksikan kekayaan budaya yang diwariskan secara turun-temurun ini.
> “Merti Desa bukan hanya seremoni, tapi simbol bahwa kita masih hidup bersama dalam satu harmoni – antara sesama manusia, dengan alam, dan dengan Sang Pencipta,” ujar Sulastri, tokoh perempuan Katerban.
Refleksi Syukur dan Kesadaran Ekologis
Merti Desa juga menjadi pengingat pentingnya rasa syukur dan hidup selaras dengan alam. Tradisi ini mengandung pesan mendalam tentang bagaimana manusia seharusnya hidup dengan kesadaran penuh terhadap lingkungannya.
> “Titik berat pelajaran yang dapat diperoleh yaitu bagaimana menjadi manusia yang pandai bersyukur, kemudian dapat bersinergi untuk merawat alam,” ungkap Purwadi.
Dalam era yang dipenuhi tantangan ekologis, seperti krisis iklim dan kerusakan lingkungan, pesan dari Merti Desa menjadi sangat relevan. Warga Katerban membuktikan bahwa solusi tidak selalu datang dari teknologi canggih, tetapi juga dari kearifan lokal yang diwariskan leluhur.
Tradisi seperti ini layak dijadikan teladan, bahwa adat istiadat bukan penghalang kemajuan, tetapi justru fondasi nilai-nilai spiritual dan sosial yang perlu ditumbuhkan kembali.
✍️ Edvin Riswanto | detikreportase.com | Purworejo – Jawa Tengah
DETIKREPORTASE.COM : Merawat Tradisi, Menjaga Alam, Menguatkan Bangsa
