Audiensi Bahas Maraknya Tambang Ilegal di Kalbar
PONTIANAK | DETIKREPORTASE.COM – Dewan Pimpinan Pusat Laskar Anti Korupsi Indonesia (DPP LAKI) bersama Media Center Indonesia (MCI) menggelar audiensi dengan Dinas Perindustrian, Perdagangan, Energi, dan Sumber Daya Mineral (Disperindag ESDM) Provinsi Kalimantan Barat pada Kamis, 16 Oktober 2025. Pertemuan yang berlangsung di aula kantor Disperindag ESDM tersebut menjadi ruang penting untuk membahas persoalan maraknya aktivitas pertambangan tanpa izin (PETI) atau *illegal mining* yang semakin memprihatinkan di berbagai wilayah Kalbar. Ketua Umum DPP LAKI yang juga menjabat sebagai Ketua Umum MCI, Burhanudin Abdullah, S.H., menyampaikan bahwa persoalan tambang ilegal tidak dapat hanya dibebankan kepada aparat penegak hukum (APH). Menurutnya, Disperindag ESDM memiliki peran sentral dan tanggung jawab besar dalam pengawasan serta pengendalian aktivitas pertambangan di daerah.
“Jangan hanya aparat yang disalahkan. Disperindag ESDM juga harus ikut bertanggung jawab dan membantu upaya pemberantasan tambang ilegal,” tegas Burhanudin. Ia menilai, penegakan hukum yang adil dan tegas harus disertai dengan tata kelola perizinan yang transparan serta pelayanan publik yang tidak diskriminatif.
Audiensi tersebut turut dihadiri oleh perwakilan sejumlah lembaga pemantau lingkungan dan aktivis masyarakat yang menyoroti dampak sosial dan ekologis akibat maraknya PETI di Kalbar.
Tantangan Regulasi dan Desakan Desentralisasi Izin Tambang
Dalam pertemuan tersebut, Burhanudin menyoroti kebijakan pemerintah pusat yang memusatkan kewenangan perizinan pertambangan di tangan kementerian. Ia menilai kebijakan itu telah menimbulkan efek domino berupa lambannya proses legalisasi Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) yang justru mendorong masyarakat beralih ke praktik tambang ilegal. “Kalau prosesnya terlalu lama dan berbelit-belit, masyarakat akhirnya memilih jalan pintas. Ini yang harus dibenahi,” ujar Burhanudin dalam paparannya.
Ia juga menyoroti sistem OSS (Online Single Submission) yang dinilai belum ramah bagi masyarakat kecil. Menurutnya, digitalisasi perizinan tanpa pendampingan dan edukasi menyebabkan banyak pelaku tambang rakyat kesulitan mengurus izin. Akibatnya, praktik PETI terus menjamur di daerah karena masyarakat tidak memiliki akses yang mudah terhadap legalisasi usaha tambang mereka.
Burhanudin pun mendorong pemerintah pusat untuk meninjau ulang sistem perizinan pertambangan dengan memberikan porsi kewenangan lebih besar kepada pemerintah daerah. Ia meyakini bahwa pemerintah provinsi dan kabupaten lebih memahami karakter wilayah, potensi sumber daya, dan dinamika sosial masyarakat di lapangan.
“Desentralisasi izin tambang rakyat adalah solusi. Pemerintah daerah bisa bergerak lebih cepat untuk mengatur, mengawasi, dan memberikan bimbingan kepada para penambang agar tetap sesuai aturan,” tambahnya.
Tanggapan Disperindag ESDM: Komitmen Jalankan Regulasi
Menanggapi hal tersebut, Kepala Disperindag ESDM Kalbar, Syarif Kamaruzaman, menyambut baik audiensi yang digagas oleh DPP LAKI dan MCI. Ia menilai pertemuan semacam ini penting untuk menyamakan persepsi antara pemerintah daerah, masyarakat, dan lembaga pengawasan publik. “Kami terus berupaya menjalankan tugas sesuai mekanisme dan regulasi hukum yang berlaku,” ujar Syarif.
Syarif menjelaskan bahwa sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), kewenangan perizinan untuk sektor minerba berada di tangan pemerintah pusat. Pemerintah provinsi, kata dia, hanya memiliki kewenangan terbatas dalam pengelolaan pertambangan rakyat dan galian C sesuai dengan pendelegasian melalui peraturan presiden.
Namun, menurutnya, Kalimantan Barat termasuk daerah yang cukup progresif dalam mengelola Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Hingga saat ini, sudah ada tiga Izin Pertambangan Rakyat (IPR) yang telah diproses, dengan dua wilayah—Ketapang dan Kapuas Hulu—telah mendapat penetapan WPR dari kementerian terkait.
“Dokumen pengelolaan WPR merupakan kewenangan kementerian. Kalbar telah mendapat apresiasi karena sudah menyusun dokumen pengelolaan untuk Kapuas Hulu, sementara Ketapang masih dalam proses,” jelasnya.
Harapan Bersama untuk Pengelolaan Tambang yang Berkeadilan
Dalam sesi diskusi terbuka, kedua belah pihak sepakat bahwa pemberantasan tambang ilegal tidak cukup hanya dengan pendekatan hukum. Diperlukan langkah-langkah pembinaan dan legalisasi yang berpihak pada masyarakat kecil agar mereka tidak lagi terjebak dalam praktik PETI. Syarif menambahkan bahwa Disperindag ESDM terus mendorong percepatan penyelesaian delapan usulan WPR dari kabupaten yang sudah diteruskan ke kementerian. Namun, hingga kini belum seluruhnya mendapat persetujuan karena proses verifikasi dokumen reklamasi pascatambang dan kelengkapan administrasi lainnya masih berlangsung.
“Kami berharap setelah dokumen reklamasi pascatambang dan iuran IPR rakyat diselesaikan, proses perizinan dapat berjalan lebih cepat dengan dasar hukum yang jelas. Kami ingin semua pihak yang terlibat mendapat kepastian hukum,” ungkapnya.
Burhanudin Abdullah menyambut baik penjelasan tersebut dan berharap komunikasi antara lembaga pemerintah dan masyarakat tetap terbuka. Ia menekankan bahwa langkah kolaboratif seperti audiensi ini menjadi sarana penting untuk mencari solusi yang komprehensif dan berkeadilan.
“Tujuan kita sama, yaitu menertibkan tambang ilegal tanpa merugikan masyarakat kecil. Mari kita jaga Kalimantan Barat agar tidak hanya kaya sumber daya, tapi juga kaya moral dan keadilan,” ujar Burhanudin menutup audiensi.
Pertemuan tersebut berakhir dengan komitmen bersama untuk memperkuat koordinasi lintas lembaga, baik di tingkat daerah maupun pusat. DPP LAKI dan MCI berencana akan menyampaikan hasil audiensi ini kepada Kementerian ESDM dan lembaga terkait sebagai bagian dari advokasi nasional untuk reformasi tata kelola pertambangan rakyat di Indonesia.
✍️ Slamet | detikreportase.com | Pontianak – Kalimantan Barat
DETIKREPORTASE.COM : Kolaborasi Masyarakat dan Pemerintah Demi Tambang Rakyat yang Legal dan Berkeadilan


