Berita Menyesatkan di Indometro.id
KETAPANG | DETIKREPORTASE.COM – Masyarakat Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, digegerkan dengan sebuah berita di portal Indometro.id berjudul *“Wartawan Vs Pekerja Tambang Berakhir Damai”*. Namun setelah ditelusuri, informasi itu ternyata tidak benar alias hoaks. Faktanya, perselisihan antara seorang wartawan dengan pekerja tambang emas ilegal di wilayah Ketapang belum menemukan titik temu. Pertemuan yang sempat digelar pada Senin (25/8/2025) hanya berakhir dengan kebuntuan. Mediasi terputus lantaran pihak pekerja tambang mengaku memiliki agenda lain dan tidak melanjutkan pembicaraan.
Bahkan, korban berinisial R, yang sebelumnya mengalami tindak kekerasan saat meliput aktivitas tambang emas ilegal, menegaskan tidak ada kesepakatan damai. “Kalau memang ada damai, pasti ada hitam di atas putih. Faktanya, sampai sekarang belum ada dokumen atau pernyataan tertulis yang kami tanda tangani bersama,” ujarnya saat dikonfirmasi.
Pertemuan Tanpa Hasil Konkret
Pertemuan yang diklaim sebagai “perdamaian” itu sebenarnya hanya mempertemukan beberapa pihak: korban, sejumlah awak media, Ketua dan Sekretaris **PETIR**, serta pengurus **Persatuan Wartawan dan Media (PWK) Ketapang**. Namun jalannya forum tidak menghasilkan kesepakatan apa pun. Pihak pekerja tambang yang hadir justru meninggalkan tempat lebih dulu karena alasan lain. Kondisi inilah yang membuat korban dan para jurnalis terkejut ketika membaca berita bahwa sudah terjadi perdamaian.
Sejumlah wartawan yang turut hadir dalam forum itu menyayangkan cara pemberitaan Indometro.id. Mereka menilai isi berita bukan hanya tidak sesuai fakta, tetapi juga berpotensi mengadu domba sesama insan pers. “Kami ada di lokasi. Tidak ada kesepakatan apa pun. Foto yang dipakai juga tidak sesuai konteks,” ujar salah seorang wartawan senior di Ketapang.
Kecaman dari Organisasi Pers
Ketua PWK Ketapang, **Verry Liem**, membantah keras adanya kesepakatan damai. Menurutnya, PWK hadir dalam forum bukan untuk membuat perjanjian, melainkan sebatas mencari kebenaran.
“Kami memang duduk bersama kemarin, tapi bukan kapasitas kami untuk berdamai. Belum ada kesepakatan antara korban dan pekerja tambang. Jadi jelas berita itu menyesatkan publik,” tegasnya. Pernyataan senada datang dari Hajeri, Ketua Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Kabupaten Ketapang. Ia menilai kabar tersebut tidak hanya menyesatkan, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap pers. “Kami tegaskan, belum ada perdamaian. Jangan sampai berita yang tidak benar malah memperkeruh suasana dan mencederai marwah jurnalisme,” ujarnya.
Korban dan Jurnalis Tuntut Klarifikasi
Korban dan rekan-rekan wartawan berharap media yang menyebarkan informasi keliru segera memberikan klarifikasi. Mereka menilai kasus kekerasan terhadap jurnalis tidak boleh dianggap remeh, apalagi dipelintir dengan narasi damai yang tidak pernah ada. “Perselisihan ini bukan untuk dicari sensasinya. Kami hanya ingin kebenaran ditegakkan, agar wartawan bisa bekerja tanpa intimidasi,” ujar korban R.
Sejumlah tokoh pers Ketapang juga meminta agar aparat penegak hukum tidak menutup mata. Menurut mereka, selain menyangkut keselamatan wartawan, kasus ini sekaligus menjadi uji konsistensi aparat dalam menindak praktik tambang ilegal yang kerap memicu konflik di lapangan.
Klarifikasi terbuka dianggap penting untuk menjaga marwah pers sekaligus memberikan edukasi kepada masyarakat agar tidak mudah termakan informasi yang menyesatkan.
✍️ Slamet | Detikreportase.com | Ketapang – Kalimantan Barat
DETIKREPORTASE.COM: Menyuarakan Fakta, Menjaga Amanah Publik


