BeritaNusa Tenggara Timur

Cinta Tanpa Upah: Kisah Pendamping PKH yang Rela Lelah Demi Harapan Orang Miskin

407
×

Cinta Tanpa Upah: Kisah Pendamping PKH yang Rela Lelah Demi Harapan Orang Miskin

Sebarkan artikel ini

KUPANG |DETIKREPORTASE.COM

– Di tengah terbatasnya fasilitas, minimnya insentif, dan beban kerja yang kerap melebihi batas, ada sosok-sosok tanpa seragam resmi namun bekerja dengan sepenuh hati: Pendamping Program Keluarga Harapan (PKH). Mereka bukan sekadar fasilitator bantuan, tetapi juga penyala harapan di lorong-lorong kemiskinan.

Langkah Kaki di Jalan Tanpa Aspal.

Mereka bukan ASN, bukan pejabat. Tapi kerja mereka menyentuh akar rumput.

Setiap hari, para pendamping PKH menyusuri desa terpencil, mendaki bukit, menyebrangi sungai, bahkan kadang tidur di rumah warga demi menyentuh langsung persoalan keluarga penerima manfaat (KPM). Tak jarang, mereka berjalan kaki berjam-jam hanya untuk memastikan satu keluarga tak tertinggal bantuan.

Salah satu kisah menyentuh datang dari Yelsy Mathilda F, pendamping PKH di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur. Ditemui pada Rabu, 7 Mei 2025, Yelsy menjelaskan bahwa tugas seorang pendamping bukan hanya menyalurkan bantuan, tetapi menyertai, menguatkan, dan membimbing keluarga menuju kemandirian ekonomi dan sosial.

“Kami bekerja dengan cinta. Tak ada janji kaya, yang ada hanya harapan keluarga-keluarga itu agar hidup mereka berubah,” ungkap Yelsy.

Mereka Tak Hanya Menyalur, Mereka Mendidik

Para pendamping PKH juga menjadi guru bagi KPM melalui kegiatan Family Development Session (FDS) atau P2K2 (Peningkatan Kemampuan Keluarga). Lewat modul pendidikan, kesehatan, pengasuhan anak, hingga ekonomi produktif, para pendamping membekali keluarga miskin dengan ilmu untuk memutus mata rantai kemiskinan.

“Dari modul-modul itu, mereka belajar membangun usaha sendiri. Harapan kami, KPM bisa graduasi mandiri, keluar dari PKH dengan penuh kebanggaan karena sudah bisa berdiri sendiri,” jelas Yelsy.

Selain itu, mereka juga mendampingi KPM saat proses pencairan dana bantuan, baik tunai melalui PT Pos maupun lewat ATM dan BRILink menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Jika ada kendala—seperti kartu rusak atau terblokir—pendamping ikut turun tangan, agar hak KPM tidak hilang dari sistem.

Tanggung Jawab Besar, Sertifikasi Ketat

Bukan sekadar pekerjaan sosial, ini profesi dengan standar tinggi.

Para pendamping PKH juga rutin mengikuti pelatihan dan sertifikasi—mulai dari Pelatihan P2K2 tahun 2015, pelatihan stunting, hingga GC DTSEN. Setiap 5 tahun, mereka wajib ikut uji sertifikasi nasional. Gagal? Maka tugas mereka bisa digantikan.

“Kami harus terus belajar, terus diperbarui agar bisa layak mendampingi keluarga. Karena mereka pantas mendapatkan pendamping yang berkualitas,” tutup Yelsy dengan mata berkaca-kaca.

Mereka bukan pekerja kantoran, bukan pegawai negeri. Tapi di pundak mereka, beban kemanusiaan dipanggul dengan penuh kasih. Pendamping PKH bukan hanya penghubung antara bantuan dan penerima, tetapi jembatan menuju kehidupan yang lebih baik.

✍️ Yohanes Tafaib | DetikReportase.com | Kupang, NTT

DETIKREPORTASE.COM – Suara Nurani di Tengah Realita

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250