BeritaNusa Tenggara TimurSosok

23 Tahun Mengabdi di Pedalaman Timor, Guru Yosef Sa’u Rela Menyeberangi Sungai dan Hutan Demi Mendidik Anak Bangsa

361
×

23 Tahun Mengabdi di Pedalaman Timor, Guru Yosef Sa’u Rela Menyeberangi Sungai dan Hutan Demi Mendidik Anak Bangsa

Sebarkan artikel ini

DETİKREPORTASE.COM, TTS, NTT


Di tengah kemajuan zaman, masih ada kisah luar biasa tentang pengabdian seorang guru di pelosok negeri. Yosef Sa’u (57), seorang guru kontrak di SD Inpres Meltala, Desa Sainoni, Kecamatan Polen, Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS), Nusa Tenggara Timur, telah mendedikasikan hidupnya selama 23 tahun untuk mendidik anak-anak di daerah terpencil.

Dengan penuh semangat, ia menempuh perjalanan berat setiap hari, melewati hutan, gunung, dan lembah, bahkan harus menyeberangi Sungai Laob demi mengajar murid-muridnya. Meski penuh tantangan, pria yang akrab disapa Ose ini tak pernah menyerah. Baginya, pendidikan adalah cahaya yang harus tetap menyala di pelosok negeri.

Perjuangan di Tengah Hutan dan Sungai yang Deras

Sejak tahun 2002, Yosef Sa’u mengajar anak-anak di Kobe’ob, Desa Sainoni. Setiap hari, perjalanan menuju sekolahnya bukanlah perkara mudah. Jalanan yang masih berupa tanah berbatu, hutan yang rimbun, dan lembah yang curam menjadi pemandangan sehari-hari bagi dirinya dan murid-muridnya.

Namun, tantangan terbesar yang harus dihadapi adalah Sungai Laob, sungai yang menjadi batas antara Desa Sainoni dan Desa Laob. Saat musim kemarau, sungai ini bisa diseberangi dengan mudah. Namun, saat musim hujan tiba, air sungai bisa meluap, deras, dan berbahaya.

“Saat hujan deras, kami harus sangat berhati-hati. Jika arus terlalu kuat, orang tua murid sering membantu kami menyeberang dengan perahu kecil atau bahkan menggendong anak-anak untuk memastikan mereka sampai ke sekolah dengan selamat,” cerita Yosef kepada Detikreportase.com akhir Januari 2025 lalu.

Selain ancaman sungai, angin kencang dan pohon tumbang juga menjadi risiko yang harus dihadapi. Tak jarang, orang tua murid ikut mengantar anak-anak mereka ke sekolah saat cuaca ekstrem, karena khawatir akan keselamatan mereka.

Meski penuh risiko, Yosef dan murid-muridnya tetap berangkat ke sekolah dengan semangat. Mereka percaya bahwa pendidikan adalah jalan menuju masa depan yang lebih baik.

Dari Sopir hingga Jadi Guru Pengabdian Seumur Hidup

Perjalanan Yosef menuju dunia pendidikan bukanlah hal yang direncanakan sejak awal. Setelah lulus dari Sekolah Pendidikan Agama Katolik (SPGAK) Kefamenanu, Timor Tengah Utara (TTU) pada tahun 1989, ia sempat mencoba peruntungan dengan mengikuti tes CPNS. Namun, ia tidak lolos seleksi.

Kehidupan harus terus berjalan, dan Yosef pun mencoba berbagai pekerjaan untuk bertahan hidup. Ia sempat bekerja sebagai sopir di Paroki Noemuti TTU selama dua tahun, kemudian menjadi sopir di PT Waemantar selama beberapa tahun.

Namun, panggilan hatinya tetap pada dunia pendidikan. Ketika ada proyek di Soe, Kabupaten TTS, ia memberanikan diri melamar sebagai guru kontrak Pendidikan Agama Katolik di Kantor Departemen Agama.

“Puji Tuhan, saya diterima. Sejak itu, saya mengabdikan diri di SDI Meltala dan tidak pernah berpikir untuk meminta mutasi,” kenangnya.

Keputusan ini bukanlah hal yang mudah. Sebagai guru kontrak, pendapatan yang diterima tidak sebesar guru PNS. Namun, Yosef tetap bertahan karena panggilan jiwanya untuk mendidik generasi muda.

Mengajar dengan Hati: Mendidik 27 Siswa Katolik di Tengah 117 Murid

Sebagai satu-satunya guru Pendidikan Agama Katolik di SD Inpres Meltala, Yosef mengajar dari kelas I hingga kelas VI. Dari total 117 murid di sekolah tersebut, 27 di antaranya beragama Katolik dan menjadi tanggung jawab Yosef dalam pendidikan agama.

Namun, mengajar di pedalaman bukan hanya soal memberikan pelajaran di dalam kelas. Ia juga harus menjadi panutan, motivator, sekaligus sahabat bagi anak-anak yang sebagian besar berasal dari keluarga petani sederhana.

“Saya ingin anak-anak ini memiliki masa depan yang lebih baik. Pendidikan bukan hanya tentang belajar membaca dan berhitung, tetapi juga membentuk karakter mereka agar menjadi manusia yang berakhlak dan berdaya saing,” ujarnya penuh semangat.

Ia pun mengutip sebuah pepatah Tiongkok yang selalu menjadi pegangan hidupnya:

“Kalau kita ingin makmur setahun, tanamlah padi. Kalau ingin makmur 20 tahun, tumbuhkanlah pohon. Kalau ingin makmur ratusan tahun, maka didiklah manusia.”

Baginya, pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya mengubah hidup individu, tetapi juga masa depan sebuah bangsa.

Harapan: Akses Jalan dan Jembatan untuk Masa Depan Anak-anak Pedalaman

Di tengah pengabdiannya, Yosef memiliki satu harapan besar: perbaikan akses jalan menuju SD Inpres Meltala dan pembangunan jembatan yang menghubungkan Desa Sainoni dan Desa Laob.

Saat ini, jalan yang ada masih berupa tanah dan sulit dilalui, terutama saat musim hujan. Sementara itu, ketiadaan jembatan di Sungai Laob sering kali menjadi penghalang bagi anak-anak untuk pergi ke sekolah.

“Kami berharap pemerintah memperhatikan kondisi ini. Jika akses jalan diperbaiki dan jembatan dibangun, anak-anak akan lebih mudah dan aman untuk bersekolah,” kata Yosef penuh harap.

Pendidikan adalah hak setiap anak, termasuk mereka yang tinggal di pelosok. Namun, tanpa infrastruktur yang memadai, perjuangan mereka untuk menuntut ilmu akan selalu penuh rintangan.

Meski demikian, Yosef tidak pernah menyerah. Ia akan terus mengabdi, menyeberangi sungai, melewati hutan, dan menghadapi segala tantangan demi satu tujuan: memastikan anak-anak di pedalaman Timor mendapatkan pendidikan yang layak.

“Saya hanya berharap, ketika mereka dewasa nanti, mereka bisa kembali ke desa ini dan membangun tanah kelahirannya dengan ilmu yang telah mereka dapatkan,” tutupnya dengan senyum penuh harapan.(Fernando, Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250