BeritaKalimantan Barat

Nasib Pekerja PETI Sekadau: Jadi “Ternak Setoran”, Tak Menyetor Ditangkap, Dugaan ‘9 Naga Sungai Ayak’ Mengendali

521
×

Nasib Pekerja PETI Sekadau: Jadi “Ternak Setoran”, Tak Menyetor Ditangkap, Dugaan ‘9 Naga Sungai Ayak’ Mengendali

Sebarkan artikel ini

Dugaan Tebang Pilih Penindakan PETI Kembali Mencuat

SEKADAU | DETIKREPORTASE.COM – Dugaan praktik tebang pilih dalam penindakan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) kembali mencuat di wilayah Sungai Ayak, Kabupaten Sekadau, Kalimantan Barat. Informasi yang dihimpun dari masyarakat dan hasil penelusuran di lapangan menyebutkan, pekerja-pekerja kecil PETI yang tidak memberikan setoran justru menjadi sasaran penangkapan, sementara pihak-pihak tertentu yang diduga rutin menyetor terkesan dibiarkan bebas beroperasi.Fenomena ini memunculkan istilah getir di kalangan pekerja tambang tradisional: “ternak setoran”. Istilah tersebut menggambarkan kondisi di mana pekerja kecil hanya dijadikan sumber pungutan, dan ketika tidak mampu menyetor, mereka disebut siap dijadikan tumbal penindakan hukum.

Aktivitas PETI Masif, Lanting Beroperasi Tanpa Rasa Khawatir

Pantauan awak media pada Jumat (2/12/2025) di sepanjang Sungai Kapuas, dari Dusun Sebedau Desa Belitang Satu hingga Desa Entabuk, memperlihatkan aktivitas PETI yang masif. Sejumlah lanting dan mesin tambang terlihat berjejer rapi di aliran sungai, beroperasi tanpa tanda-tanda kekhawatiran akan penertiban.Aktivitas penambangan berlangsung terang-terangan pada siang hari. Kondisi tersebut memunculkan dugaan kuat adanya sistem perlindungan atau “pengamanan” tertentu yang membuat sebagian penambang merasa aman menjalankan aktivitas ilegalnya.

Warga sekitar menyebut, tidak semua pekerja memperoleh perlakuan yang sama. Ada kelompok yang disebut aman karena “sudah koordinasi”, sementara pekerja lain berada dalam posisi rentan jika tidak mampu memenuhi setoran tertentu.

Penangkapan Pekerja Kecil, Pemodal Tak Tersentuh

Beberapa waktu sebelumnya, Polres Sekadau menangkap seorang pekerja PETI berinisial R (43) pada Kamis (23/10/2025) di Sungai Kapuas, Desa Belitang Satu. Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Sekadau IPTU Zainal Abidin menjelaskan, R bekerja tanpa izin di lahan milik seseorang berinisial AK dan mengaku tidak mengetahui siapa pemodal utama kegiatan tersebut.Sehari sebelumnya, Rabu (22/10/2025), aparat disebut telah melakukan pengecekan di lokasi Sungai Kubu namun belum menemukan aktivitas PETI. Barulah pada keesokan harinya, petugas mendapati kegiatan penambangan berlangsung aktif dan mengamankan R beserta barang bukti berupa satu unit mesin PS 120, satu unit mesin diesel Tianli 22 HP, katrol, pompa, selang, paralon, serta perlengkapan penambangan lainnya.

R kemudian dijerat dengan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025.

Namun publik mempertanyakan, mengapa hanya pekerja lapangan yang ditangkap, sementara pemilik modal dan pengendali operasi justru tidak tersentuh aparat penegak hukum.

Ironi Penindakan, PETI Justru Kian Marak

Ironisnya, penangkapan terhadap R tidak membuat aktivitas PETI surut. Justru, menurut pantauan warga dan aktivis lingkungan setempat, aktivitas PETI di wilayah Sungai Ayak dan sekitarnya semakin marak.Kondisi ini memunculkan pertanyaan tajam di tengah masyarakat: apakah penindakan yang dilakukan selama ini hanya bersifat simbolik dan menyasar pekerja kecil yang tidak memiliki kekuatan atau perlindungan?

Keluarga R pun disebut menanggung dampak ekonomi berat. Sebagai tulang punggung keluarga, penangkapannya meninggalkan persoalan sosial yang mendalam, sementara pihak-pihak yang diduga menikmati keuntungan besar dari tambang ilegal tersebut tetap bebas beraktivitas.

Dugaan “9 Naga Sungai Ayak” Mengemuka

Dari informasi yang beredar di masyarakat, muncul dugaan adanya kelompok yang dijuluki “9 Naga Sungai Ayak” yang disebut-sebut berperan sebagai pengendali utama aktivitas PETI di wilayah tersebut. Nama-nama yang kerap disebut antara lain DM, SR, JR, AR, SN, DD, SJ, WL, dan ZR.Selain itu, beberapa nama lain seperti AT, HK, WL, AP, dan DK juga disebut masih bebas mengelola bisnis tambang ilegal. Masyarakat menduga kelompok-kelompok ini memiliki jaringan kuat dan diduga memperoleh perlindungan dari oknum tertentu, sehingga aktivitas PETI dapat terus berjalan tanpa hambatan berarti.

Pekerja kecil yang hanya mengandalkan PETI untuk bertahan hidup di tengah minimnya lapangan kerja justru menjadi pihak paling rentan, baik secara hukum maupun sosial.

Aparat Bungkam, Pertanyaan Publik Menguat

Upaya konfirmasi telah dilakukan kepada Kapolres Sekadau AKBP Donny Molino Manoppo dan Kasat Reskrim Polres Sekadau melalui pesan WhatsApp. Namun hingga berita ini diturunkan, tidak ada jawaban atau penjelasan resmi yang diberikan.Sikap diam tersebut justru memperkuat kecurigaan publik sekaligus menambah daftar pertanyaan kritis: mengapa lanting besar tetap bebas beroperasi, sementara pekerja kecil ditangkap? Ke mana perginya keadilan dan nurani penegakan hukum ketika keluarga pekerja kehilangan sumber penghidupan? Mengapa pemodal besar selalu berada di luar jangkauan hukum?

Situasi ini dinilai mencederai rasa keadilan masyarakat, menggerus kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum, serta memperkuat dugaan adanya praktik pembiaran dan pembinaan berbayar dalam aktivitas PETI di Sungai Ayak dan sekitarnya.

Redaksi menegaskan membuka ruang seluas-luasnya bagi seluruh pihak yang disebutkan dalam pemberitaan ini untuk menyampaikan hak jawab, koreksi, dan klarifikasi sesuai ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.

✍️ Slamet | detikreportase.com | Sekadau – Kalimantan Barat
DETIKREPORTASE.COM : Penegakan Hukum, Lingkungan, dan Keadilan Sosial

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250