Penjelasan Resmi Pengadilan Negeri Pelalawan
PELALAWAN – DETİKREPORTASE.COM – Polemik pemberitaan terkait putusan perkara gugatan enam warga Pulau Muda terhadap PT Arara Abadi akhirnya mendapat klarifikasi resmi dari Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan. Sejumlah media sebelumnya menulis bahwa majelis hakim “menolak gugatan” warga, yang kemudian memunculkan persepsi publik bahwa pengadilan berpihak pada korporasi.
Melalui Juru Bicara PN Pelalawan, Esa Pratama Putra Daeli, S.H., M.H., pada Rabu (22/10/2025), pengadilan menegaskan bahwa pemberitaan tersebut tidak sepenuhnya benar. Menurutnya, isi putusan majelis hakim dalam perkara nomor 32/Pdt.G/2025/PN Plw bukan “menolak”, melainkan “tidak dapat diterima” (niet ontvankelijke verklaard).
“Perlu diluruskan bahwa dalam perkara perdata tersebut, majelis hakim tidak menolak gugatan para penggugat, tetapi menyatakan gugatan tidak dapat diterima. Ini merupakan dua hal yang sangat berbeda dalam konteks hukum,” tegas Esa di ruang kerjanya.
Detail Putusan dan Majelis Hakim yang Memeriksa
Perkara antara enam warga Pulau Muda—yakni Jamil, Mardi, Herman Hartono, Nurhadi Pratama Putra, Jamilah, dan Muhandri—melawan PT Arara Abadi telah diputus pada Senin, 20 Oktober 2025. Sidang tersebut dipimpin oleh Majelis Hakim yang diketuai oleh Dr. Andry Simbolon, S.H., M.H., dengan hakim anggota Ellen Yolanda Sinaga, S.H., M.H., dan Alvin Ramadhan Nur Luis, S.H., M.H.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan:
MENGADILI
Dalam Eksepsi:
1. Mengabulkan eksepsi tergugat.
Dalam Pokok Perkara:
1. Menyatakan gugatan para penggugat tidak dapat diterima (niet ontvankelijke verklaard).
2. Menghukum para penggugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp3.675.500 (tiga juta enam ratus tujuh puluh lima ribu lima ratus rupiah).
Dengan demikian, PN Pelalawan menegaskan bahwa putusan tersebut diambil setelah melalui proses hukum yang sah dan sesuai dengan prosedur peradilan perdata.
Makna Hukum “Tidak Dapat Diterima”
Dalam klarifikasinya, Esa menjelaskan bahwa terdapat perbedaan mendasar antara istilah “menolak gugatan” dan “tidak dapat diterima”. Perbedaan itu bukan sekadar redaksi, tetapi berkaitan langsung dengan aspek formil dan materil dari suatu gugatan.
“Putusan menolak gugatan dijatuhkan apabila penggugat tidak dapat membuktikan dalil-dalil gugatannya di persidangan. Sedangkan putusan tidak dapat diterima dijatuhkan apabila gugatan mengandung cacat formil. Misalnya gugatan yang kabur (obscuur libel), salah pihak (error in persona), sudah pernah diputus sebelumnya (ne bis in idem), atau kuasa hukum yang tidak sah,” ujar Esa menjelaskan.
Menurutnya, dalam perkara ini, majelis hakim menemukan adanya aspek formil yang tidak terpenuhi oleh pihak penggugat, sehingga berdasarkan hukum acara perdata, majelis berwenang menyatakan gugatan tersebut niet ontvankelijke verklaard.
Penjelasan ini, lanjut Esa, penting agar masyarakat memahami bahwa keputusan “tidak dapat diterima” bukan berarti pengadilan memihak tergugat, tetapi karena ada syarat formil yang belum terpenuhi oleh pihak penggugat.
Ajakan untuk Pahami Putusan Secara Utuh
Esa juga menegaskan bahwa baik penggugat maupun tergugat dapat mengakses salinan lengkap putusan melalui akun e-court masing-masing. Tujuannya agar para pihak dapat membaca secara utuh pertimbangan majelis hakim, bukan hanya berdasarkan ringkasan atau narasi media.
“Kami mengimbau semua pihak, termasuk rekan-rekan media, untuk merujuk pada dokumen resmi putusan sebelum menulis atau menyebarkan informasi ke publik. Hal ini agar tidak terjadi kesalahpahaman yang bisa menimbulkan persepsi negatif terhadap lembaga peradilan,” ujarnya.
Ia juga menambahkan, PN Pelalawan tetap menghargai peran media sebagai mitra dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, namun penting untuk menjaga keakuratan dan objektivitas berita, terutama dalam hal yang berkaitan dengan proses hukum.
“Hak publik untuk tahu tetap kami junjung tinggi. Namun kami juga ingin agar masyarakat mendapatkan pemahaman hukum yang benar. Perbedaan antara putusan ‘ditolak’ dan ‘tidak dapat diterima’ mungkin terlihat kecil, tapi maknanya sangat besar dalam dunia peradilan,” tegas Esa menutup pernyataannya.
Klarifikasi untuk Mencegah Disinformasi Publik
Klarifikasi resmi dari PN Pelalawan ini menjadi langkah penting dalam meluruskan informasi di tengah derasnya arus pemberitaan yang kerap disebarkan tanpa verifikasi mendalam. Sejumlah pihak menilai, keterbukaan pengadilan dalam memberikan penjelasan seperti ini perlu diapresiasi sebagai bentuk transparansi lembaga peradilan.
Sikap aktif PN Pelalawan dalam merespons pemberitaan publik juga mencerminkan komitmen lembaga yudikatif untuk menjaga kredibilitas dan akuntabilitas proses hukum.
Dengan adanya penjelasan ini, diharapkan masyarakat tidak lagi menafsirkan putusan perkara tersebut sebagai bentuk keberpihakan, melainkan memahami bahwa setiap putusan pengadilan memiliki dasar hukum yang jelas dan argumentasi yuridis yang terukur.
✍️ Tim| detikreportase.com | Pelalawan – Riau
DETIKREPORTASE.COM : Menyajikan Fakta Hukum, Meluruskan Informasi Publik


