Upaya Hukum Terakhir Resmi Kandas
PEKANBARU | DETIKREPORTASE.COM – Upaya hukum terakhir seorang **anggota DPRD Kabupaten Pelalawan** dari Partai Golkar dalam kasus dugaan penggunaan **ijazah dan identitas milik orang lain** resmi berakhir. **Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia** telah menolak permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak tergugat melalui kuasa hukumnya, dan dengan demikian, putusan dari dua pengadilan sebelumnya kini **berkekuatan hukum tetap (inkracht)**. Menurut keterangan Soni, S.H., M.H., M.Ling, selaku kuasa hukum ahli waris dari almarhum Sunardi bin Miyadi, penolakan kasasi ini memperkuat putusan Pengadilan Negeri Pelalawan dan Pengadilan Tinggi Riau yang sebelumnya menyatakan bahwa tindakan anggota dewan tersebut merupakan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).
> “Dengan ditolaknya kasasi ini, maka seluruh fakta hukum yang telah dinyatakan di tingkat sebelumnya resmi inkracht. Artinya, perbuatan menggunakan dokumen milik orang lain untuk kepentingan pribadi telah sah dinyatakan melawan hukum,” ujar Soni kepada wartawan, Senin (29/09/2025).
Soni menjelaskan, putusan kasasi Mahkamah Agung dengan nomor perkara 4026 K/PDT/2025 tersebut memiliki amar “Tolak Perbaikan”, yang berarti MA menolak seluruh permohonan kasasi namun memberi catatan kecil terhadap aspek administratif tertentu, seperti besaran ganti rugi atau redaksional putusan.
Kronologi Kasus dan Fakta Hukum di Lapangan
Kasus ini berawal dari **gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH)** yang diajukan oleh **Harsini**, ahli waris almarhum Sunardi bin Miyadi. Dalam gugatannya, Harsini menuduh anggota DPRD Pelalawan tersebut menggunakan **ijazah dan identitas almarhum Sunardi** untuk keperluan administrasi, termasuk proses pencalonan sebagai anggota legislatif. Dalam sidang tingkat pertama di Pengadilan Negeri Pelalawan, majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan penggugat dan menyatakan perbuatan tergugat sebagai tindakan melawan hukum. Putusan ini kemudian diperkuat oleh Pengadilan Tinggi Riau pada tahap banding, sebelum akhirnya tergugat mencoba melakukan kasasi ke Mahkamah Agung.
> “Putusan Mahkamah Agung ini adalah bentuk penegasan bahwa hukum masih bekerja dengan baik di negeri ini. Tidak ada seorang pun, termasuk pejabat publik, yang kebal terhadap hukum,” tegas Soni.
Ia juga menambahkan bahwa pihaknya masih menunggu turunan salinan resmi putusan dari MA untuk memastikan perbaikan kecil yang dimaksud.
> “Karena salinan resmi belum kami terima, kami belum bisa memastikan bagian mana yang diperbaiki. Namun substansi pokoknya tetap, yakni kasasi ditolak,” ujarnya.
Tuntutan Lanjutan dan Harapan Publik
Penolakan kasasi ini, menurut Soni, bukan hanya menjadi kemenangan bagi pihak penggugat, tetapi juga **kemenangan bagi keadilan dan integritas publik**, khususnya di dunia politik daerah. Ia berharap putusan hukum yang sudah inkracht ini diikuti dengan langkah nyata dari aparat penegak hukum dan lembaga politik. > “Dengan adanya putusan tetap, kami berharap tidak hanya penegakan hukum secara perdata, tetapi juga penegakan sanksi politik dan pidana. Karena ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi juga pelanggaran moral dan kepercayaan publik,” terang Soni.
Senada dengan itu, Amri Koto, Ketua LSM Aliansi Jurnalis Anti Rasuah (AJAR) Provinsi Riau, menilai bahwa keputusan Mahkamah Agung ini adalah kemenangan keadilan dan menjadi momentum bagi lembaga politik untuk menegakkan etika publik.
> “Putusan MA ini jelas dan tidak terbantahkan. Kami mendesak Komisi Pemilihan Umum (KPU), pimpinan DPRD Pelalawan, serta pihak kepolisian untuk segera mengambil langkah tegas sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Amri Koto di Pekanbaru.
Desakan Sanksi Politik dan Langkah Hukum Lanjutan
Amri menambahkan, LSM AJAR bersama sejumlah jurnalis yang mengawal kasus ini sejak awal akan terus mengawasi implementasi hasil putusan tersebut. Mereka menilai, dengan adanya bukti bahwa anggota DPRD itu menggunakan identitas milik orang lain, maka **status keanggotaannya di DPRD Pelalawan harus dievaluasi** secara menyeluruh. > “Ini bukan sekadar masalah hukum perdata. Ini menyangkut keabsahan syarat pencalonan anggota DPRD. Kalau dokumen dan identitasnya terbukti palsu, berarti dasar keanggotaannya sudah gugur,” tegas Amri.
Ia juga menyampaikan bahwa langkah pengawasan publik ini merupakan bentuk komitmen masyarakat sipil dalam menjaga integritas lembaga legislatif daerah. “Kami tidak ingin lembaga rakyat diisi oleh figur yang berangkat dari kebohongan administrasi. Ini harus menjadi pelajaran untuk semua pihak,” tambahnya.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, anggota DPRD yang bersangkutan maupun kuasa hukumnya belum memberikan keterangan resmi terkait penolakan kasasi oleh Mahkamah Agung. Upaya konfirmasi melalui sambungan telepon dan pesan singkat belum mendapatkan tanggapan.
Kasus ini menjadi pengingat bahwa kejujuran dan keaslian dokumen adalah hal mendasar dalam dunia politik, dan penyalahgunaan identitas bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga penghianatan terhadap amanah rakyat.
✍️ Tim | detikreportase.com | Pekanbaru – Riau
DETIKREPORTASE.COM : Tegas Mengawal Keadilan, Setia Pada Fakta


