BeritaNasional

Haidar Alwi: Tragedi Ojol di Pejompongan Adalah Duka Bangsa, Kapolri Tunjukkan Kepemimpinan Moral

351
×

Haidar Alwi: Tragedi Ojol di Pejompongan Adalah Duka Bangsa, Kapolri Tunjukkan Kepemimpinan Moral

Sebarkan artikel ini

Insiden yang Mengguncang Hati Bangsa

JAKARTA | DETIKREPORTASE.COM – Duka mendalam menyelimuti Tanah Air setelah peristiwa tragis yang menimpa dua pengemudi ojek online (ojol) di kawasan Pejompongan, Jakarta Pusat, pada 28 Agustus 2025. Dalam kericuhan pengamanan aksi massa di sekitar Gedung DPR RI, seorang driver ojol bernama Afan Kurniawan meninggal dunia setelah terlindas kendaraan taktis (rantis) Brimob, sementara rekannya, Moh. Umar Amarudin, selamat meski sempat harus menjalani perawatan di rumah sakit. R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, menyebut insiden ini bukan sekadar kehilangan satu nyawa, tetapi tamparan nurani bagi seluruh bangsa. Ia menegaskan bahwa tragedi tersebut adalah duka bersama, yang harus dijadikan bahan refleksi semua pihak.

“Ini bukan sekadar musibah bagi keluarga korban, tetapi juga ujian kemanusiaan untuk kita sebagai bangsa. Setiap nyawa rakyat kecil adalah amanah yang tak ternilai,” ujar Haidar Alwi dengan nada penuh empati.

Demo adalah Hak, Tapi Harus Tertib

Dalam pernyataannya, Haidar Alwi mengingatkan bahwa unjuk rasa adalah hak konstitusional yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998. Namun, hak ini harus berjalan beriringan dengan kewajiban menjaga keteraturan dan keselamatan publik. “Demo adalah hak demokratis, tapi hak itu tidak boleh meniadakan kewajiban menjaga keteraturan bersama. Bila warga sipil menjadi korban, maka itu adalah tanggung jawab bersama, bukan semata aparat,” tegas Haidar Alwi.

Menurutnya, aksi massa yang meluber ke jalan dan mengganggu lalu lintas berisiko menimbulkan korban yang sebenarnya tidak terlibat langsung dalam demonstrasi. Ia menekankan pentingnya semua pihak untuk menahan diri, menjaga ketertiban, dan tidak memberi ruang bagi provokasi yang justru merugikan rakyat kecil.

Bahaya Provokasi di Tengah Luka

Haidar Alwi menilai tragedi yang merenggut nyawa Afan Kurniawan bukanlah kesengajaan aparat, melainkan akibat situasi kacau yang sulit dikendalikan. Rantis Brimob yang sedang melakukan manuver pembubaran melintas di jalur yang sama dengan korban. Dalam suasana panik, korban diduga terjatuh sebelum akhirnya terlindas. “Risiko seperti ini selalu ada bila demonstrasi tak terkendali. Rakyat kecil yang tidak ikut aksi bisa menjadi korban,” jelasnya.

Lebih jauh, ia menyoroti bahaya provokasi yang kerap menunggangi setiap tragedi. Menurutnya, ada pihak-pihak yang ingin memperlebar jurang antara rakyat dan aparat.

“Provokator selalu mencari celah dari luka rakyat. Mereka ingin rakyat membenci polisi, dan polisi membenci rakyat. Padahal, aparat dan rakyat adalah dua sisi dari satu bangsa. Jangan biarkan tragedi ini dipelintir menjadi senjata perpecahan,” tegasnya.

Haidar juga menilai solidaritas ribuan driver ojol yang mendatangi Mako Brimob Kwitang adalah wajar sebagai bentuk keprihatinan. Namun, ia mengingatkan bahwa ekspresi solidaritas harus dijaga agar tidak berubah menjadi amarah tanpa arah.

“Suara rakyat harus kita hormati, tapi jangan sampai suara itu dibajak untuk tujuan lain,” ujarnya.

Kapolri dan Teladan Kepemimpinan Moral

Haidar Alwi memberikan apresiasi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang bergerak cepat setelah tragedi terjadi. Hanya beberapa jam setelah insiden, Kapolri langsung menyampaikan permintaan maaf secara terbuka, memerintahkan pemeriksaan terhadap tujuh anggota Brimob yang berada di dalam rantis, serta mengamankan kendaraan yang terlibat. Langkah itu dilanjutkan dengan tindakan lebih menyentuh. Kapolri mendatangi RSCM dini hari, 29 Agustus 2025, menemui langsung keluarga korban. Dalam suasana penuh haru, ia memeluk ayah almarhum Afan Kurniawan, menyampaikan permintaan maaf, doa, dan memastikan penanganan kasus berjalan transparan.

“Kapolri hadir bukan hanya sebagai pejabat negara, tapi sebagai seorang ayah, seorang manusia, yang menunjukkan bahwa Polri punya hati nurani,” tutur Haidar Alwi.

Menurutnya, sikap itu adalah bentuk keberanian moral. Polisi modern, katanya, bukanlah yang bebas dari kesalahan, melainkan yang berani mengakui kekeliruan, memperbaiki, dan tetap berpihak pada rakyat. Dengan langkah cepat tersebut, publik diyakinkan bahwa keadilan tetap berjalan, korban mendapat perhatian, dan Polri tidak kehilangan arah moralnya.

Pesan Persatuan dan Jalan ke Depan

Haidar Alwi menegaskan bahwa tragedi ini harus menjadi peringatan sekaligus momentum refleksi. Penyelenggara aksi wajib memastikan unjuk rasa tidak meluber dan membahayakan masyarakat, aparat harus makin humanis dalam pengamanan, sementara rakyat jangan mudah terprovokasi. Ia juga mengingatkan bahwa negara perlu hadir dengan kebijakan yang menenangkan rakyat kecil agar mereka tidak merasa harus terus turun ke jalan dengan risiko kehilangan nyawa.

“Polisi bukan malaikat, mereka manusia dengan beban luar biasa. Karena itu, sudah sepatutnya rakyat menghormati polisi sebagaimana polisi wajib mengayomi rakyat,” ujarnya.

Pencetus Gerakan Nasional Rakyat Bantu Rakyat itu menutup dengan pesan mendalam:

“Setiap nyawa rakyat adalah harga yang tak ternilai. Polisi yang kuat lahir dari rakyat yang percaya, dan rakyat hanya percaya bila polisinya tulus mengayomi. Dari tragedi ojol ini, kita harus kembali merajut persatuan bangsa, sebab hanya dengan persatuan kita bisa menghadapi tantangan yang lebih besar,” pungkas Haidar Alwi.

✍️ Tim Redaksi | detikreportase.com | Jakarta – Indonesia
DETIKREPORTASE.COM : Polisi Humanis, Rakyat Bersatu, Bangsa Kuat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250