BeritaSulawesi Utara

Kantor Desa di Bukit Malintang Kerap Tutup Saat Jam Kerja, Warga Frustrasi Urus Administrasi

349
×

Kantor Desa di Bukit Malintang Kerap Tutup Saat Jam Kerja, Warga Frustrasi Urus Administrasi

Sebarkan artikel ini

MANDAILING NATAL | DETIKREPORTASE.COM – Seruan Bupati Mandailing Natal (Madina) untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik tampaknya belum sepenuhnya dijalankan oleh jajaran pemerintahan paling bawah. Hasil pantauan langsung tim Detikreportase.com di Kecamatan Bukit Malintang menunjukkan sejumlah kantor desa justru kosong melompong saat jam kerja.

Desa Malintang Jae, Lambou Darul Ihsan, dan Pasar Baru Malintang Tak Beroperasi Normal

Tiga desa yang disorot yakni Desa Malintang Jae, Desa Lambou Darul Ihsan, dan Desa Pasar Baru Malintang, tampak tidak menjalankan pelayanan publik secara optimal. Saat tim menyambangi kantor desa pada hari dan jam kerja, suasana kantor sepi tanpa aktivitas. Tidak ada aparat desa yang terlihat, bahkan informasi soal jadwal pelayanan pun nihil.

Warga yang datang ke kantor desa untuk keperluan penting seperti pengurusan surat keterangan domisili, pengantar bantuan sosial, hingga surat keterangan usaha, mengeluhkan ketidakhadiran perangkat desa.

> “Kami sudah sering bolak-balik ke kantor desa, tapi selalu tutup. Tidak ada informasi juga kapan buka. Ini bikin kami bingung dan kecewa,” ujar seorang warga Desa Malintang Jae, yang enggan disebutkan namanya, Senin (8/7/2025).

Warga lainnya mengaku harus menunda proses pengajuan bantuan UMKM karena lambatnya pengurusan surat pengantar dari kantor desa. “Kalau urusan administrasi terus terganggu seperti ini, bagaimana kami bisa maju?” keluhnya.

Kadis PMD: Evaluasi Sudah Dijalankan Berjenjang

Menanggapi fenomena ini, Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Mandailing Natal, Irsal Pariadi, menyebut bahwa pemerintah sebenarnya telah menginstruksikan sistem pengawasan berjenjang terhadap kinerja pemerintah desa.

> “Kami sudah menyampaikan kepada camat agar rutin mengevaluasi. Jika masih ditemukan kinerja desa yang rendah, akan diberlakukan punishment sesuai aturan,” tegas Irsal dalam pernyataan resminya beberapa waktu lalu.

Dinas PMD juga mengaku telah meminta Inspektorat Daerah untuk turun langsung menilai kualitas pelayanan desa, termasuk kedisiplinan perangkat desa.

Namun, temuan di Kecamatan Bukit Malintang ini memunculkan keraguan atas efektivitas pengawasan tersebut. Evaluasi seperti apa yang dilakukan jika fakta lapangan menunjukkan ketidakhadiran perangkat desa secara rutin?

Program 100 Hari Kerja Bupati Dipertanyakan

Sorotan tajam kini mengarah ke Pemerintah Kabupaten Madina, yang tengah gencar menjalankan program 100 hari kerja. Komitmen terhadap reformasi pelayanan publik dinilai belum menyentuh lapisan paling bawah, yaitu kantor desa sebagai ujung tombak layanan masyarakat.

Padahal dalam berbagai kesempatan, Bupati Madina telah menyampaikan bahwa pelayanan publik adalah prioritas utama pemerintahannya. Ia juga menekankan pentingnya menghadirkan pemerintahan yang hadir, cepat, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Sayangnya, kondisi riil di desa justru berbanding terbalik. Jika dibiarkan berlarut-larut, ketidakdisiplinan perangkat desa bukan hanya memperlambat pelayanan, tetapi juga merusak kepercayaan warga terhadap seluruh rangkaian pemerintahan.

> “Kami tidak tahu harus mengadu ke mana. Ke kantor desa kosong, ke camat juga susah ditemui. Ini seperti rantai pelayanan yang putus,” kata salah satu tokoh masyarakat dari Desa Pasar Baru Malintang.

Desakan untuk Penegakan Disiplin dan Transparansi

Pemerintah desa merupakan unit pemerintahan yang paling dekat dengan rakyat. Jika tidak hadir dan tidak responsif, maka akan berdampak langsung terhadap akses hak-hak dasar masyarakat. Hal ini termasuk urusan administrasi kependudukan, rekomendasi program bantuan, dan pengelolaan Dana Desa.

Masyarakat berharap, Bupati Madina segera turun langsung atau mengutus tim untuk melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke desa-desa yang kerap tutup di jam kerja. Selain itu, Dinas PMD didesak untuk memberikan sanksi yang jelas bagi kepala desa maupun perangkat desa yang lalai menjalankan tugasnya.

> “Kalau memang ada perangkat yang tidak melaksanakan tugas, harus diberikan sanksi administrasi atau bahkan pemberhentian sementara. Jangan dibiarkan, karena ini menyangkut hak warga,” ucap seorang aktivis pemuda lokal yang mengikuti perkembangan di Bukit Malintang.

Warga Ingin Solusi, Bukan Sekadar Janji

Lebih dari sekadar kritik, warga sebenarnya ingin pelayanan yang mudah diakses dan konsisten. Apalagi di era digital seperti saat ini, seharusnya informasi jadwal layanan, nomor kontak perangkat desa, hingga sistem antrean bisa disampaikan secara terbuka kepada publik.

Program seperti Smart Village, digitalisasi pelayanan desa, dan transparansi Dana Desa sejauh ini belum terasa manfaatnya jika pelayanan dasar saja tidak berjalan.

Jika kondisi ini tidak segera dibenahi, bukan tidak mungkin akan muncul ketidakpuasan lebih besar yang bisa memicu keresahan sosial, terutama di desa-desa yang masih tertinggal secara infrastruktur dan ekonomi.

✍️ Magrifatulloh | Detikreportase.com | Mandailing Natal – Sumatera Utara
DETIKREPORTASE.COM – Suara Rakyat, Cermin Pemerintahan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250