SIKKA, DETIKREPORTASE.COM-
Pasar Alok yang terletak di jantung Kota Maumere, Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur, dikenal sebagai pasar terbesar kedua di provinsi ini. Tak hanya menyediakan berbagai kebutuhan rumah tangga, Pasar Alok juga menjadi surga bagi pemburu kain tenun tradisional Sikka.
Setiap hari Selasa, yang oleh masyarakat lokal disebut “Regang”, pasar ini dipenuhi aktivitas sejak dini hari. Para penenun dari berbagai pelosok Kabupaten Sikka berbondong-bondong datang membawa hasil tenunan mereka untuk dijual langsung ke pembeli.
Ibu Siska (53), penenun asal Pulau Palue yang menetap di Lorong Biara Rogationist, Wailiti, Alok Barat, mengatakan bahwa tiga motif sarung Sikka paling laris adalah Mawarani, Rusa, dan Burung Merak.
“Para pembeli kebanyakan pegawai kantoran yang ingin bikin seragam. Mereka paling sering cari motif ini karena dianggap unik dan penuh makna,” ujarnya saat ditemui Selasa (29/4/2025).
Harga sarung dengan motif Mawarani dipatok Rp 1 juta, sedangkan motif Rusa dan Burung Merak dijual Rp 1.250.000. Sementara sarung khas Palue ditawarkan seharga Rp 600 ribu, bisa turun menjadi Rp 500 ribu tergantung negosiasi.
Menurut Siska, harga tersebut wajar karena proses pembuatannya memakan waktu satu hingga dua bulan, tergantung tingkat kerumitan motif.
“Kalau yang biasa lebih cepat dikerjakan, makanya harganya lebih terjangkau,” jelasnya.
Makna Simbolik Tiga Motif
Martha Koting, pengelola Kelompok Tenun Ikat Siruwisu di Kecamatan Nita, menjelaskan bahwa setiap motif memiliki filosofi mendalam.
Motif Mawarani menggambarkan kecantikan perempuan Sikka — dari hati yang tulus, budi pekerti luhur, hingga tutur kata yang sopan, seindah setangkai mawar.
Motif Rusa melambangkan pria yang gagah dan tangguh, siap melindungi keluarganya dengan kekuatan dan keberanian — digambarkan lewat tanduk besar yang kokoh.
Sementara Burung Merak mencerminkan keindahan ciptaan Tuhan, kemuliaan manusia, dan kecerdasan akal budi yang terpancar untuk menjadi berkat bagi sesama.
“Keindahan dan kemuliaan manusia itu harus dijaga, agar tetap memancarkan kebaikan sepanjang hidupnya,” tutur Martha.
Tenun ikat adalah hasil karya tangan-tangan ibu rumah tangga Sikka. Proses pembuatannya sangat teliti, dimulai dari pengikatan benang, pewarnaan dengan bahan alami seperti akar mengkudu dan daun tarum, hingga proses menenun. Motif yang dihasilkan menyimpan nilai-nilai kosmologis dan edukatif yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Dalam budaya Sikka dikenal ungkapan adat: Du’a utan, ling labu welin — “Kain sarung dan baju seorang wanita haruslah bernilai dan berharga.”
Kami akan terus mengulas warisan budaya lokal dan siap menyajikan informasinya untuk memperkaya perspektif dan kebanggaan bangsa terhadap akar budayanya sendiri.
Yuven Fernandez | Detikreportase.com – Sikka, NTT


