BeritaNusa Tenggara Timur

Tebe Bei Mau Sali dan Bei Bui Sali Meramaikan Acara Hamis Batar di Malaka

250
×

Tebe Bei Mau Sali dan Bei Bui Sali Meramaikan Acara Hamis Batar di Malaka

Sebarkan artikel ini
Acara makan jagung tebe bei dan bei bui sali dan meramaikan acara harus bakar di malaka

Kefamenanu, DetikReportase.com–

Tradisi makan jagung muda atau Hamis Batar merupakan ritual adat yang tetap dirayakan oleh masyarakat Malaka, Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, ada keunikan khusus dari tiga etnis, yaitu Wanibesak, Bolan, dan Kamanasa. Ketiga etnis ini memiliki pendasaran historis dan kultural yang kuat.

Menurut kepercayaan masyarakat setempat, ketiga etnis tersebut berasal dari moyang yang sama, yaitu pasangan Bei Mau Sali dan Bei Bui Sali, yang diutus ke Bumi. Dalam sejarah perjalanannya, mereka diketahui berasal dari Suai, Timor Leste. Seiring waktu, mereka bermigrasi ke Timor Barat jauh sebelum Timor Timur berintegrasi dan akhirnya memisahkan diri dari Indonesia. Saat tiba di Timor Barat, mereka menetap di tiga wilayah di pantai selatan Malaka, yakni Kamanasa, Bolan, dan Wanibesak. Mayoritas masyarakat di sana hidup sebagai petani dan nelayan.

Bertani Sambil Merawat Tradisi Leluhur

Penduduk ketiga etnis ini umumnya mengolah lahan pertanian di sepanjang pantai selatan. Mereka dikenal sebagai pekerja keras dan tekun. Para laki-laki memiliki postur tubuh kekar dan tinggi, sementara para perempuan memiliki keterampilan menenun kain dengan motif khas. Dalam acara adat, perempuan biasanya menata rambut panjangnya dengan sanggul bulat, menampilkan keanggunan dan kelembutan khas mereka.

Sebagai bagian dari tradisi bertani, masyarakat mengadakan Hamis Batar, sebuah ritual syukur atas panen jagung muda, yang diramaikan dengan tarian Tebe Bei Mau. Tahun ini, acara tersebut berlangsung di Wanibesak, Desa Loro Tolu, Kabupaten Malaka, dari 8 hingga 11 Maret 2025.

Upacara Hamis Batar: Ritual Makan Jagung Muda

Jelang Hamis Batar, masyarakat menyiapkan jagung muda dalam satu ikatan berisi 8 hingga 10 tongkol. Jagung tersebut dikumpulkan dan dibawa ke rumah adat dalam prosesi arak-arakan yang dipimpin oleh kaum laki-laki. Sepanjang perjalanan, mereka berjalan rapi sambil meneriakkan yel-yel khas, “Oi oi oi ouuu.” Hal serupa juga dilakukan oleh kaum perempuan.

Setelah tiba di rumah adat, jagung muda diletakkan di depan rumah. Para tetua adat kemudian membawa sebagian jagung ke dalam rumah adat dan mempersembahkannya di bawah Kakuluk Hun (tiang agung rumah adat). Dalam prosesi ini, mereka memanjatkan doa-doa adat dalam bahasa Tetun sebagai ungkapan rasa syukur kepada leluhur dan Nai Maromak, Tuhan pencipta alam semesta, atas hasil panen yang melimpah.

Setelah prosesi adat selesai, para ibu mulai mengolah jagung muda tersebut dengan cara merebus atau menumbuknya. Hasil tumbukan kemudian dibungkus dengan kulit jagung dan direbus hingga matang. Makanan tradisional ini disebut Filu, sejenis kue khas lokal yang kemudian disantap bersama-sama dalam kebersamaan.

Tarian Tebe Bei Mau: Ekspresi Syukur dan Kegembiraan

Sebagai puncak acara, masyarakat menampilkan Tebe Bei Mau, sebuah tarian tradisional yang melambangkan kegembiraan dan rasa syukur atas hasil panen. Tarian ini dikemas dalam prosesi khusus yang diatur oleh panitia acara.

Para laki-laki mengenakan sarung putih dan bertelanjang dada, sementara para perempuan yang masih lajang mengenakan sarung tenun berwarna-warni. Dalam tarian ini, para penari membentuk lingkaran sambil berpegangan tangan erat dan menyanyikan syair Tebe Bei Mau dalam bahasa Tetun.

Menariknya, tarian ini berlangsung sepanjang hari selama tiga hari penuh. Setiap sesi Tebe Bei Mau, kain tenun yang dikenakan para perempuan akan berganti warna, menambah daya tarik visual dari prosesi ini. Acara ini mendapat banyak perhatian, baik dari wisatawan domestik maupun pengunjung dari berbagai daerah seperti Kupang, Soe, Kefamenanu, Atambua, serta kerabat dari Timor Leste.

Hikmah dari Acara Tebe Bei Mau

Ritual Hamis Batar menjadi pengingat bagi masyarakat Malaka, khususnya etnis Kamanasa, Bolan, dan Wanibesak, akan pentingnya menjaga persaudaraan dan warisan leluhur. Acara ini juga memperkuat ikatan sosial dan budaya, serta mengajarkan generasi muda untuk terus melestarikan tradisi yang sudah diwariskan turun-temurun.

Selain sebagai bagian dari identitas budaya, Tebe Bei Mau juga memiliki potensi besar sebagai daya tarik wisata budaya yang dapat memperkenalkan kekayaan tradisi Malaka ke kancah nasional dan internasional.

(Laporan: Oktav MK Detik Reportase NTT)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250