Proyek besar APBN tanpa aktivitas, publik Cilacap menuntut transparansi
CILACAP, DETIKREPORTASE.COM — Proyek pembangunan Pasar Kroya di Kabupaten Cilacap yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) senilai Rp67 miliar kini menjadi sorotan tajam publik. Proyek yang seharusnya menjadi pusat penggerak ekonomi masyarakat justru mangkrak dan menimbulkan kerugian besar bagi vendor lokal.
Kontraktor pelaksana, PT Lince Romauli Raya yang berkedudukan di Jakarta, diduga terlibat dalam pemalsuan dokumen dan penelantaran kewajiban pembayaran, sehingga merugikan sejumlah vendor hingga mencapai Rp12 miliar. Ironisnya, proyek yang diharapkan membawa manfaat bagi masyarakat justru berubah menjadi beban dan kekecewaan.
Pantauan di lapangan menunjukkan, area proyek tampak lengang tanpa aktivitas pembangunan, padahal target pengerjaan seharusnya sudah mendekati penyelesaian. Kondisi tersebut menimbulkan dugaan adanya penyalahgunaan wewenang dan lemahnya pengawasan dari pihak terkait, baik di tingkat pusat maupun daerah.
Vendor tagih hak Rp12 miliar, kontraktor mangkir dari audiensi
Kekhawatiran masyarakat semakin meningkat setelah beredar kabar bahwa para vendor lokal belum menerima pembayaran atas pekerjaan yang telah mereka selesaikan. Mereka menuntut haknya sebesar Rp12 miliar dari PT Lince Romauli Raya yang hingga kini belum dibayarkan.
Sebagai upaya mencari solusi, audiensi antara pihak kontraktor dan para vendor — yang didampingi oleh Ormas GRIB Jaya Kabupaten Cilacap — sejatinya diagendakan pada Rabu, 12 November 2025 di lokasi proyek Pasar Kroya.
Namun, pertemuan itu gagal terlaksana karena pihak kontraktor dilaporkan mangkir tanpa alasan jelas. Ketidakhadiran tersebut memicu kemarahan para vendor dan aktivis GRIB Jaya yang kemudian menyampaikan keluhan dan bukti-bukti kepada sejumlah awak media di lokasi.
GRIB Jaya: Ada aroma pidana dan pengkhianatan terhadap vendor
Ketua GRIB Jaya Kabupaten Cilacap, Gatot Aji Suseno, S.H., membeberkan kronologi panjang polemik tersebut. Ia menegaskan, pihaknya telah mendampingi para vendor sejak September 2024 dengan berbagai upaya koordinasi, baik kepada Satker, Bank Bukopin, BPKP Yogyakarta, maupun PT Lince Romauli Raya, namun pembayaran tak kunjung terealisasi.
> “Kami sudah menempuh berbagai jalur komunikasi, tapi hingga kini hasilnya nihil. PT Lince Romauli Raya seolah menghindar dari tanggung jawab. Ini sudah merugikan vendor dan para pekerja yang menggantungkan hidup dari proyek ini,” tegas Gatot.
Perwakilan vendor menambahkan bahwa mereka telah menelusuri latar belakang PT Lince dan menemukan indikasi kuat bahwa perusahaan tersebut hanyalah spekulan proyek tanpa dana dan jaminan pelaksanaan yang jelas.
> “Kami menduga ada upaya untuk menutupi dugaan pidana yang dilakukan oleh PT Lince. Aroma pelanggaran hukumnya sangat kuat, termasuk dugaan pemalsuan dokumen dan manipulasi kesanggupan pembayaran,” ungkap salah satu vendor.
Vendor juga menuding PT Lince menandatangani surat kesanggupan pembayaran tanpa sepengetahuan mereka, yang kemudian digunakan sebagai dokumen formal tanpa dasar hukum yang sah. Mereka menyebut hal ini sebagai bentuk pengkhianatan terhadap mitra kerja lokal yang telah berkontribusi langsung di lapangan.
Proyek baru 49 persen, pengawasan lemah dan berpotensi rugikan negara
Berdasarkan data lapangan, progres pembangunan baru mencapai 49 persen, jauh dari target semestinya. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan adanya kelalaian dan lemahnya fungsi pengawasan dari instansi terkait.
Gatot Aji menegaskan bahwa kasus ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut karena telah menimbulkan kerugian besar, tidak hanya bagi vendor tetapi juga bagi masyarakat luas.
> “Polemik ini momentum untuk mengungkap kebusukan sistem proyek publik yang dikelola tanpa tanggung jawab. Negara tidak boleh diam ketika uang rakyat dipertaruhkan,” ujarnya tegas.
Ia menambahkan, GRIB Jaya akan segera berkoordinasi dengan pemerintah pusat, termasuk anggota DPR RI Novita, selaku pihak yang memperjuangkan aspirasi proyek Pasar Kroya. Mereka juga akan menindaklanjuti kasus ini ke Dirjen PU serta meminta agar BPKP Yogyakarta turun langsung mengaudit seluruh dokumen dan progres pekerjaan.
> “Kami menuntut agar negara bertanggung jawab penuh terhadap kelanjutan proyek ini dan menjamin pembayaran kepada vendor yang dirugikan. Pasar Kroya adalah layanan publik, jangan sampai menjadi proyek bancakan yang hanya menguntungkan segelintir pihak,” pungkasnya.
Publik desak evaluasi total dan pertanggungjawaban kontraktor
Hingga berita ini diterbitkan, PT Lince Romauli Raya belum dapat dikonfirmasi lebih lanjut terkait tuduhan mangkir dan dugaan pemalsuan dokumen. Sementara itu, publik Cilacap mendesak Pemerintah Pusat, Pemprov Jawa Tengah, dan Pemkab Cilacap segera mengambil langkah konkret agar proyek yang menyerap dana besar ini tidak terus merugikan masyarakat dan keuangan negara.
DetikReportase.com akan terus mengawal kasus ini dan berupaya mendapatkan klarifikasi dari berbagai pihak. Bila ada data atau tanggapan tambahan, berita lanjutan akan diterbitkan sebagai bentuk profesionalisme media dalam mengawal transparansi publik.
Masyarakat berharap agar pembangunan Pasar Kroya segera dilanjutkan, pembayaran vendor diselesaikan, dan pihak yang terlibat dalam penyimpangan diproses secara hukum.
✍️ Tim| detikreportase.com | Cilacap – Jawa Tengah
DETIKREPORTASE.COM : Mengungkap Fakta, Membela Rakyat, dan Mengawal Transparansi Anggaran Negara


