BeritaNusa Tenggara Timur

Ombudsman NTT Soroti Pungutan di Pendaftaran Ulang, Minta Sekolah Rasionalisasi Biaya

347
×

Ombudsman NTT Soroti Pungutan di Pendaftaran Ulang, Minta Sekolah Rasionalisasi Biaya

Sebarkan artikel ini

KUPANG | DETIKREPORTASE.COM

Penerimaan peserta didik baru (PPDB) di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2025 kembali diwarnai dengan persoalan klasik: pungutan pendaftaran ulang yang memberatkan orang tua. Meski pemerintah provinsi telah mengeluarkan arahan rasionalisasi biaya, sejumlah sekolah negeri tetap menarik berbagai jenis pungutan yang dinilai tidak sesuai aturan.

Tahap pendaftaran ulang PPDB tingkat SMA, SMK, dan Madrasah tahun ini dijadwalkan berakhir pada Rabu, 25 Juni 2025. Namun hingga hari-hari terakhir, keluhan dari orang tua siswa terus mengalir ke Kantor Ombudsman Perwakilan NTT.

Darius Beda Daton, Kepala Ombudsman NTT, mengaku menerima banyak laporan soal tingginya pungutan dalam proses pendaftaran ulang di sekolah negeri. Ia menyebut sejumlah item pungutan seperti uang batik khusus, seragam, dasi, topi, hingga pungutan ‘8 standar pendidikan’ dan uang pembangunan dimasukkan sebagai komponen wajib pembayaran.

SMAN 5 Kota Kupang Diduga Pungut Rp 2,2 Juta

Salah satu sekolah yang disoroti adalah SMAN 5 Kota Kupang, yang disebut menarik biaya hingga Rp 2,2 juta per siswa. Dari jumlah itu, Rp 900 ribu di antaranya disebut sebagai sumbangan untuk 8 standar pendidikan, yang tidak dijelaskan secara transparan kepada wali murid.

Tak hanya itu, sumbangan komite yang dipungut sebesar Rp 150 ribu per bulan juga tidak mengalami penyesuaian, padahal Dinas Pendidikan Provinsi NTT sebelumnya telah meminta agar dilakukan rasionalisasi berdasarkan kondisi terkini sekolah.

“Ini jelas tidak sejalan dengan arahan Dinas Pendidikan Provinsi NTT yang meminta sekolah menghitung ulang kebutuhan sumbangan komite, termasuk menyesuaikan dengan jumlah guru honor yang telah diangkat menjadi ASN melalui skema PPPK,” ujar Darius kepada Detikreportase.com, Selasa malam (24/6/2025).

Ombudsman Hubungi Gubernur dan Kadis Pendidikan

Atas temuan tersebut, Ombudsman NTT langsung mengambil langkah cepat. Sejumlah kepala sekolah yang dilaporkan telah dihubungi dan diminta untuk mengkaji ulang komponen biaya pendaftaran ulang yang dibebankan kepada orang tua.

Tidak hanya itu, Darius juga menyampaikan persoalan ini langsung kepada Gubernur NTT dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi NTT.

“Kami minta agar ada atensi serius dari pimpinan provinsi terhadap sekolah-sekolah yang tidak mematuhi instruksi rasionalisasi. Apalagi ada sekolah yang justru menambah pungutan baru seperti ‘uang pembangunan’, padahal seharusnya itu menjadi tanggung jawab negara atau dibiayai dari sumbangan komite yang sudah tersedia,” tegasnya.

Sekolah Dasar dan Menengah Pertama Juga Dipungut

Pungutan tidak hanya terjadi di jenjang SMA/SMK. Di tingkat pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SMP) yang merupakan kewenangan kabupaten/kota, masih ditemukan pungutan antara Rp 500 ribu hingga Rp 1 juta.

Item pungutan pun beragam: seragam nasional, seragam pramuka, batik sekolah, topi, dasi, pungutan komite berkisar Rp 20.000–50.000 per bulan, hingga pungutan paguyuban kelas dan uang pembangunan. Bahkan di SMPN 1 Adonara Barat, orang tua siswa dibebani uang cenderamata dan biaya tes IQ, yang dinilai tidak relevan dengan semangat pendidikan dasar yang seharusnya gratis.

Darius meminta agar semua sekolah, baik negeri maupun swasta, mengutamakan prinsip inklusivitas dan kesetaraan dalam pendidikan.

“Kami minta seluruh sekolah mematuhi arahan Dinas Pendidikan dan tidak memberatkan orang tua. Jangan sampai anak-anak dari keluarga kurang mampu terhambat sekolah hanya karena tidak sanggup membayar pungutan yang sebenarnya bisa dihindari,” katanya.

Inklusivitas Jadi Tanggung Jawab Bersama

Di akhir keterangannya, Darius menyerukan agar semua pihak—baik sekolah, komite, maupun pemerintah daerah—bersinergi untuk mewujudkan pendidikan yang inklusif.

“Mari kita wujudkan pendidikan yang terbuka untuk semua, tanpa diskriminasi. Pendidikan adalah hak semua anak, baik yang mampu maupun tidak mampu. Kita bisa jika kita mau,” pungkasnya.

✍️ Yuven Fernandez | Detikreportase.com – NTT
DETIKREPORTASE.COM: Suara Rakyat, Suara Keadilan Pendidikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250