BeritaSulawesi Selatan

Nenek Satija, 82 Tahun, Rawat Anak Buta Tanpa Bantuan Sosial di dusun Batujala Desa Batujala– Pemerintah Diminta Bertindak

342
×

Nenek Satija, 82 Tahun, Rawat Anak Buta Tanpa Bantuan Sosial di dusun Batujala Desa Batujala– Pemerintah Diminta Bertindak

Sebarkan artikel ini
Kondisi masyarakat kecil yang belum mempunyai akta penduduk pemerintah di harapkan bisa jemput boleh untuk menyelesaikan kasus ini

Jeneponto, Detikreportase.com

– Di usia senjanya, ketika kebanyakan orang menikmati masa tua dengan beristirahat, Nenek Satija (82) justru masih harus berjuang. Bukan untuk dirinya sendiri, tetapi untuk anaknya, Dg Angai (68), yang mengalami kebutaan total. Di rumah kecilnya di Dusun Borongkeloro, Desa Batujala, Kecamatan Bontoramba, Kabupaten Jeneponto, Nenek Satija menjalani hidup penuh kesederhanaan—tanpa kepastian, tanpa penghasilan tetap, dan tanpa sanak keluarga lain yang bisa membantu.

Meski tubuhnya sudah mulai lemah dan kesehatannya sering terganggu, ia tetap memasak dan mengurus anaknya agar tidak kelaparan. Dengan langkah yang semakin berat, ia menyiapkan makanan seadanya dari apa yang tersedia. Tidak ada keluhan yang keluar dari mulutnya, hanya ketulusan dan cinta seorang ibu yang tak mengenal batas usia.

Namun, perjuangan panjangnya semakin diperberat oleh satu hal: ia tidak mendapatkan bantuan sosial.

Terhambat Administrasi, Tak Dapat Bantuan Sosial

Ketika tim dari Pemuda Muhammadiyah, yang diwakili oleh Astono Susanto, bersama media Detikreportase.com berkunjung ke rumahnya, ditemukan bahwa Nenek Satija belum memiliki KTP elektronik. Dokumen kependudukannya sudah kadaluarsa, sehingga ia tidak terdaftar sebagai penerima bantuan sosial seperti anaknya.

Astono yang ikut memeriksa dokumen kependudukannya menjelaskan bahwa masalah utama yang dihadapi Nenek Satija bukan hanya kemiskinan, tetapi juga kendala administratif.

“Saat kami memeriksa dokumen kependudukan beliau, ternyata KTP-nya belum elektronik dan sudah tidak berlaku. Ini yang menyebabkan beliau tidak bisa menerima bantuan sosial yang seharusnya bisa ia dapatkan,” ujar Astono.

Ketiadaan KTP elektronik membuatnya tidak bisa mengakses berbagai program bantuan pemerintah, termasuk bantuan pangan atau tunjangan bagi lansia miskin. Sementara itu, satu-satunya bantuan yang diterima hanyalah dari anaknya, Dg Angai, yang mendapatkan beras dan santunan dari kantor pos. Sayangnya, bantuan ini tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka berdua.

Hidup dalam Keterbatasan dan Ketidakpastian

Di rumah yang sederhana dan jauh dari kemewahan, Nenek Satija dan anaknya menjalani hari-hari dalam keterbatasan. Tidak ada penghasilan tetap, tidak ada tabungan untuk masa depan. Mereka bergantung sepenuhnya pada bantuan yang diterima Dg Angai dan uluran tangan tetangga yang kadang-kadang datang membawa makanan atau kebutuhan lainnya.

Dengan kondisi fisik yang sudah renta, Nenek Satija tidak lagi mampu bekerja. Dulu, ia bisa mengandalkan tenaganya untuk berkebun atau bekerja serabutan, tetapi kini tubuhnya tak lagi sekuat dulu. Namun, meski dalam kondisi sulit, ia tidak pernah berhenti berusaha.

“Saya sudah tua, Nak… Badan saya sudah sakit-sakitan, kaki saya sudah lemah, tapi saya tidak bisa diam saja. Saya harus tetap masak untuk anak saya. Dia tidak bisa melihat… Kalau bukan saya, siapa lagi?” ucapnya dengan suara bergetar, sambil menyeka air matanya yang jatuh di pipi yang penuh keriput.

Harapan di Ujung Senja

Kondisi ini mendorong Astono dan timnya untuk mengajukan permohonan agar pemerintah segera turun tangan. Ia menekankan bahwa kendala administratif seperti KTP yang tidak diperbarui seharusnya bisa segera diselesaikan oleh pemerintah daerah.

“Kami sangat berharap pemerintah segera turun tangan membantu Nenek Satija, minimal dengan memfasilitasi dokumen kependudukannya agar beliau bisa mendapatkan bantuan sosial. Di usia 82 tahun, beliau sudah tidak bisa lagi bekerja dan hidupnya sangat bergantung pada belas kasih orang-orang di sekitarnya,” ujar Astono.

Selain itu, ia juga mengajak masyarakat sekitar dan pihak-pihak yang peduli untuk ikut membantu. Setiap bantuan, sekecil apa pun, bisa meringankan beban hidup Nenek Satija dan anaknya.

Panggilan untuk Pemerintah dan Masyarakat

Kisah Nenek Satija bukan sekadar cerita tentang kemiskinan, tetapi juga tentang bagaimana hambatan administratif bisa membuat seorang lansia tidak mendapatkan haknya.

Jika pemerintah dapat segera mengambil langkah dengan memfasilitasi pembuatan KTP elektronik bagi Nenek Satija, maka ia bisa segera didaftarkan sebagai penerima bantuan sosial. Ini bukan sekadar urusan administratif, tetapi juga soal kemanusiaan agar seorang ibu yang telah mengorbankan segalanya demi anaknya tidak harus bertahan dalam penderitaan di usia senjanya.

Masyarakat yang ingin membantu juga bisa menghubungi perangkat desa atau lembaga sosial setempat. Setiap uluran tangan, sekecil apa pun, akan sangat berarti bagi seorang ibu yang telah mengabdikan hidupnya demi anaknya.

Jangan biarkan Nenek Satija berjuang sendirian.

Penulis : Rusli

Editör : Detikreportase.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250