Aktivitas ilegal yang berulang tanpa penindakan
KOTAMOBAGU | DETIKREPORTASE.COM – Aktivitas penambangan material jenis Galian C di bantaran Sungai Desa Bungko, Kecamatan Kotamobagu Selatan, kembali menuai sorotan publik. Kegiatan yang diduga ilegal itu disebut-sebut telah berlangsung bertahun-tahun tanpa tindakan hukum tegas dari aparat penegak hukum (APH). Menurut informasi yang dihimpun DetikReportase.com, lokasi tambang ilegal tersebut diduga milik seorang pengusaha lokal berinisial Budi. Ia disebut kerap menyetor sejumlah “upeti” kepada oknum tertentu demi melancarkan aktivitas ilegalnya.
Seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan kekecewaannya. “Kegiatan ini jelas merusak lingkungan dan sudah dilaporkan berkali-kali. Tapi seolah hukum hanya jadi permainan oknum. Kami kecewa karena tidak ada langkah serius,” ujarnya.
Dampak lingkungan yang kian mengkhawatirkan
Para pemerhati lingkungan di Kotamobagu menegaskan bahwa aktivitas tambang liar di bantaran sungai berpotensi memicu bencana ekologis. Penambangan dengan alat berat telah mengubah kontur tanah dan aliran sungai, sehingga mengancam keselamatan warga sekitar. Beberapa dampak yang dikhawatirkan antara lain:
Kerusakan ekosistem sungai bagian hulu.
Erosi tanah pada bantaran sungai.
Perubahan aliran sungai yang mengganggu daya tampung air.
Potensi banjir saat musim hujan akibat terganggunya kontur sungai.
Ketidakstabilan struktur tanah di sekitar pemukiman warga.
Tokoh masyarakat menilai pembiaran tambang ilegal ini akan menimbulkan kerugian jangka panjang bagi ekosistem dan kehidupan sosial warga Bungko. “Kalau dibiarkan, abrasi dan banjir tinggal menunggu waktu,” ujar seorang aktivis lingkungan setempat.
Aspek hukum dan regulasi yang dilanggar
Berdasarkan Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), setiap kegiatan penambangan wajib mengantongi izin resmi dari pemerintah berupa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Lingkungan (IKL), dan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL). Pasal 158 UU Minerba menegaskan bahwa setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dapat dipidana dengan hukuman penjara paling lama 5 tahun serta denda maksimal Rp100 miliar.
Namun, hingga saat ini belum ada tindakan tegas terhadap penambangan ilegal di Bungko. Aparat disebut hanya melakukan pemantauan sesekali tanpa menghentikan aktivitas. Hal ini menimbulkan spekulasi adanya bekingan dari oknum berpengaruh.
Tuntutan masyarakat dan harapan penegakan hukum
Masyarakat bersama pemerhati lingkungan mendesak pemerintah dan aparat terkait untuk segera mengambil langkah nyata. Setidaknya ada empat tuntutan utama yang mereka suarakan: 1. Penegakan hukum tegas terhadap pelaku pertambangan ilegal serta oknum yang diduga melindunginya.
2. Pemeriksaan lapangan oleh instansi terkait, termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Dinas ESDM.
3. Pemulihan lingkungan sesuai prinsip Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) agar kerusakan tidak semakin meluas.
4. Transparansi aparat penegak hukum dalam menindaklanjuti setiap laporan masyarakat.
“Kami butuh kepastian bahwa hukum ditegakkan untuk semua orang. Jangan sampai masyarakat kecil dirugikan sementara pengusaha besar bisa bebas beroperasi tanpa izin,” tegas seorang tokoh pemuda Bungko.
Publik kini menanti respons resmi dari aparat penegak hukum dan pemerintah daerah. Jika dibiarkan, kasus ini akan menjadi preseden buruk bagi penegakan hukum di Sulawesi Utara, khususnya terkait praktik tambang ilegal yang marak di daerah.
✍️ Tim Redaksi | detikreportase.com | Kotamobagu – Sulawesi Utara
DETIKREPORTASE.COM : Lawan Mafia Tambang, Selamatkan Lingkungan


