Refleksi dan InspirasiRIAU

Refleksi Idul Fitri 1446 H : Merayakan Kebahagiaan dan Kerinduan Tak Terbatas

273
×

Refleksi Idul Fitri 1446 H : Merayakan Kebahagiaan dan Kerinduan Tak Terbatas

Sebarkan artikel ini

Pelalawan, Detikreportase.com–

Malam itu, gema takbir berkumandang di setiap sudut kampung, suara yang merayap perlahan, seiring angin malam yang menyusup di antara atap-atap rumah. Cahaya lampu colok bambu menyinari jalan-jalan sempit, sementara anak-anak berlari riang dengan lentera kecil di tangan, berkelip-kelip seperti bintang yang jatuh dari langit. Langit malam terasa lebih lapang, lebih luas, penuh dengan keheningan yang menyentuh hati.

Suasana Malam Takbir di Jalan Raya: Masyarakat Bergembira Menyambut Idul Fitri

Malam itu, jalan raya yang biasanya lengang kini dipenuhi lautan manusia. Takbir bergema di setiap langkah, suaranya melampaui batas waktu, mengalun bersama langkah kaki yang perlahan menyusuri jalanan. Mobil, motor, dan pejalan kaki berseliweran, berdesak-desakan, membawa serta kebahagiaan yang tak terbendung. Lampu-lampu  berkelip, bersaing dengan kilauan kendaraan yang bergerak lambat, sementara arus manusia bergerak tanpa henti, menuju tujuan yang sama—menyambut hari kemenangan yang sudah dinanti.

Takbir keliling menggema dalam langkah-langkah mereka yang penuh semangat, berkeliling kampung dan jalan utama. Suara takbir dan tahlil menyatu dalam harmoni yang begitu indah. Di antara mereka, anak-anak berlari mengejar suara takbir, tangan mereka memegang lentera warna-warni, seperti menerangi malam yang penuh berkah. Suasana malam itu dipenuhi oleh kegembiraan yang menyentuh jiwa, semua orang bergerak menuju satu tujuan—merayakan kemenangan setelah sebulan penuh berpuasa.

Kebahagiaan yang Menyebar di Seluruh Jalanan

Antusiasme warga begitu memuncak, mereka memadati trotoar menyaksikan prosesi takbir keliling. Tabuhan bedug dan gendang mengundang semangat baru, membawa energi yang menyatukan hati-hati yang penuh rasa syukur. Di balik senyum cerah di wajah mereka, ada kebahagiaan yang tak terucapkan—kebahagiaan yang datang setelah sebulan penuh berpuasa, setelah melalui ujian yang panjang, berakhir dengan kemenangan yang manis.

Di balik jendela rumah, gema takbir mengundang rasa syukur yang mendalam. Banyak yang membuka jendela, menyambut malam dengan harapan baru. Di jalan-jalan, ada yang berkendara bersama keluarga, ada yang berjalan kaki dengan semangat membara, semua bergerak menuju tujuan yang sama—membuka lembaran baru di hari kemenangan yang penuh berkah.

Rindu yang Terpendam di Tengah Keriuhan

Namun, di balik riuhnya kebahagiaan itu, ada rasa yang tak bisa disembunyikan—rindu yang menggelora. Beberapa dari mereka yang merayakan malam itu mungkin merasa kehilangan. Ada yang merindukan wajah-wajah tercinta yang telah tiada. Ada yang merindukan tangan lembut orang tua yang dulu membimbing mereka menuju masjid, atau tatapan penuh kasih yang selalu memberi semangat.

Di setiap sudut, tawa dan senyum merekah. Pelukan hangat seolah mengisi ruang yang penuh dengan kebahagiaan. Namun, di tengah kebahagiaan itu, ada ruang kosong yang tak tergantikan—ruang yang hanya bisa diisi dengan kenangan tentang mereka yang telah pergi.

Kenangan yang Tak Terhapus oleh Waktu

Dulu, malam takbir seperti ini, aku selalu berjalan di samping orang tua. Langkah kecilku selalu bergantung pada genggaman tangan mereka yang penuh kasih. Tak pernah terbayang bahwa suatu saat nanti, langkah itu akan berjalan sendiri, tanpa mereka yang dulu selalu ada di sisiku.

Kini, aku telah dewasa. Aku sudah berkeluarga, punya anak yang kucintai, seperti orang tuaku menyayangiku dulu. Aku berusaha menghidupkan kembali tradisi yang dulu mereka ajarkan, berharap bisa menghadirkan suasana yang sama. Tetapi tetap saja, ada sesuatu yang hilang. Tak ada lagi tangan lembut yang membimbingku ke masjid, tak ada suara lembut orang tua yang membangunkanku untuk shalat Id, dan tak ada lagi tatapan penuh kebanggaan saat aku bersimpuh memohon maaf.

Dulu, pagi Idul Fitri adalah tentang pelukan hangat mereka, tentang genggaman tangan yang penuh restu, tentang tawa yang memenuhi ruang tamu. Sekarang, pagi itu masih ada, namun terasa berbeda. Aku yang dulu mencium tangan orang tua, kini memberikan tangan ini untuk dicium oleh anak-anakku. Aku yang dulu menerima angpau dengan senyum malu, kini menyelipkan uang di tangan kecil mereka, berharap bisa menghadirkan kebahagiaan yang sama.

“Hidup ini tak selalu mudah, Nak. Akan ada hari-hari berat yang membuatmu ingin menyerah. Tapi ingat, setiap cobaan adalah pelajaran, dan setiap luka adalah jalan menuju kebijaksanaan. Jangan takut gagal, selama kau tak berhenti berusaha.”

Pikiran yang Menuju Pusara

Di tengah riuhnya Idul Fitri, pikiranku melayang jauh ke pusara mereka. Rasanya ingin segera melangkahkan kaki ke sana, membawa setangkai bunga, duduk bersimpuh di sisi nisan, dan mengirimkan doa yang tak pernah putus. Aku ingin berbicara dalam sunyi, menceritakan betapa rindunya, betapa banyak hal yang ingin kuceritakan jika mereka masih ada.

Angin sepoi menyapu wajahku, mengingatkanku pada sentuhan lembut tangan mereka. Kubayangkan bagaimana dulu mereka menggenggam tanganku erat, mengajarkanku arti ketulusan dan kasih sayang. Kini, aku hanya bisa meraba batu nisan yang dingin, memohon agar doa ini sampai kepada mereka, agar rindu ini terjawab dalam mimpi-mimpi yang indah.

Hadiah Kecil untuk Orang Tua: Al-Fatihah

Sebagai hadiah kecil untuk mereka yang telah pergi, kusematkan Al-Fatihah di setiap doa. Aku percaya, doa ini akan menjadi cahaya di tempat peristirahatan mereka, menghangatkan jiwa mereka dengan kasih yang tak pernah pudar.

الفاتحة

Doa untuk yang Tercinta

Ya Allah, ampunilah mereka yang telah mendahului kami. Terangi kubur mereka dengan cahaya rahmat-Mu. Hapuskan lelah dan air mata mereka dengan kebaikan yang Kau lipatgandakan. Jadikan setiap pengorbanan mereka sebagai pahala yang tak terputus, setiap air mata mereka sebagai tiket menuju surga.

Bagi kita yang telah kehilangan orang tua, Idul Fitri bukan hanya tentang kebahagiaan, tetapi juga tentang mengenang dan mengirimkan doa. Semoga mereka yang telah pergi selalu dalam kasih sayang Allah.

Dan bagi siapa pun yang merasakan kehilangan ini, semoga rindu kita menjadi penghubung kasih yang tak terputus. Semoga doa kita menjadi pelita di perjalanan mereka menuju keabadian. Dan semoga, di surga-Mu kelak, kita dipertemukan kembali dalam kebahagiaan yang tak lagi mengenal perpisahan.

Teruntuk mereka, orang tua, dan saudaraku yang telah pergi, tetapi tak pernah benar-benar hilang dari hati.

✍️ Diky HR | Pendiri & Pimpred Detikreportase.com

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Example 728x250Example 728x250