Diduga Gunakan Material Bekas, Revitalisasi SMPN 2 MHS Disorot: Warga Minta Dinas dan APH Bongkar Proyek Rp530 Juta
Temuan lapangan ungkap dugaan penggunaan material bekas
KETAPANG | DETIKREPORTASE.COM – Proyek revitalisasi **SMP Negeri 2 Matan Hilir Selatan (MHS)** di Desa Pelang, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, memasuki babak baru sorotan publik. Program yang dibiayai APBN 2025 dengan nilai mencapai **Rp530 juta** itu kini diduga kuat menggunakan material bekas dan dikerjakan dengan kualitas jauh di bawah standar konstruksi pemerintah. Temuan lapangan yang diperoleh tim DetikReportase Kalbar pada Selasa, 28 Oktober 2025, menunjukkan adanya indikasi penyimpangan serius yang dinilai membahayakan keselamatan siswa serta berpotensi menimbulkan kerugian negara.Dalam pengecekan di area pembangunan, tampak sejumlah bagian bangunan menggunakan kayu bekas seperti balok penyangga, tiang lantai, serta rangka yang terlihat lapuk. Pada beberapa titik, warna, tekstur, dan kondisi material menunjukkan jelas bahwa bahan tersebut bukan material baru sebagaimana dipersyaratkan dalam pekerjaan revitalisasi. Genangan air, tumpukan material bekas, dan pondasi yang tampak asal jadi semakin memperkuat dugaan lemahnya kualitas pengerjaan.
Proyek revitalisasi ini dikerjakan dengan pola swakelola oleh Panitia Pembangunan Satuan Pendidikan, dengan masa kerja 90 hari sejak dimulai pada 10 September 2025 hingga Desember 2025. Namun, rentang waktu kerja tersebut tampaknya tidak dimanfaatkan dengan baik, mengingat progres dan kualitas pekerjaan justru menuai kritik tajam dari masyarakat.
Pengawasan konsultan dan dinas dipertanyakan
Di balik kondisi pekerjaan yang amburadul, publik mempertanyakan peran konsultan teknis provinsi dan Dinas Pendidikan Kalimantan Barat yang seharusnya memastikan kualitas proyek sesuai dengan prinsip konstruksi pemerintah. Dugaan penggunaan material bekas tidak mungkin lolos tanpa adanya kelemahan serius dalam proses pengawasan.Beberapa pihak menilai konsultan tidak menjalankan tugas secara optimal. Hingga kini, belum ada penjelasan resmi apakah konsultan melakukan pengecekan sesuai standar atau justru abai dalam memverifikasi kualitas material yang digunakan. Lemahnya pengawasan ini dinilai sebagai celah yang memungkinkan pelaksana menggunakan material tidak standar demi menekan biaya atau mempercepat pekerjaan.
Selain itu, peran Dinas Pendidikan Provinsi Kalbar menjadi sorotan karena sebagai instansi pembina teknis, mereka memiliki kewenangan untuk memastikan proyek berjalan sesuai ketentuan. Ketidakhadiran pihak dinas dalam memberikan klarifikasi menambah besar dugaan adanya masalah serius dalam manajemen dan pengawasan proyek.
Kontradiksi pernyataan kepala sekolah dan pelaksana pembangunan
Polemik semakin meruncing ketika kepala sekolah SMPN 2 MHS memberikan pernyataan bahwa pekerjaan telah sesuai standar dan menggunakan material yang tepat. Namun, pernyataan itu janggal karena kepala sekolah mengaku tidak memegang Rencana Anggaran Biaya (RAB), dokumen paling mendasar dalam sebuah proyek konstruksi.Ketidaktahuan kepala sekolah mengenai RAB menimbulkan pertanyaan serius: bagaimana bisa seorang penanggung jawab menyatakan pekerjaan sesuai standar jika dokumen teknis saja tidak ia miliki?
Kontradiksi semakin jelas ketika kepala sekolah menunjuk ketua komite sekolah, Yunus, sebagai pelaksana pembangunan. Akan tetapi, fakta lapangan menunjukkan bahwa sosok yang sebenarnya bertanggung jawab adalah Saihuna, dikenal sebagai Alang Sai, yang mengonfirmasi melalui pesan WhatsApp bahwa dirinya merupakan pelaksana proyek.
Saat dikonfirmasi mengenai penggunaan material bekas, Alang Sai tidak menampik adanya hal tersebut. Pengakuan ini menambah kuat dugaan adanya ketidakterbukaan dan potensi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek yang seharusnya mengutamakan kualitas dan keselamatan.
Seorang warga setempat juga mengungkapkan keprihatinan terkait pengerjaan proyek yang tidak profesional.
> “Kesan pekerjaannya asal jadi, seperti hanya ingin cepat selesai saja. Kondisinya banyak yang tidak layak,” ujar salah satu warga yang ditemui di lokasi.
Pernyataan ini memantik kekhawatiran publik bahwa hasil revitalisasi tidak akan bertahan lama, bahkan berisiko membahayakan siswa dan guru yang akan menggunakan fasilitas tersebut. Jika dugaan penyimpangan ini benar, maka potensi kerugian negara tak dapat dihindari.
Desakan audit total oleh Dinas, Inspektorat, APIP, dan APH
Melihat banyaknya kejanggalan, kontradiksi data, hingga dugaan penggunaan material bekas, masyarakat mendesak agar **Dinas Pendidikan Provinsi Kalimantan Barat, Inspektorat, APIP, serta Aparat Penegak Hukum (APH)** segera turun tangan. Audit teknis mendalam diperlukan untuk memeriksa kualitas konstruksi, memastikan kesesuaian material dengan dokumen teknis, serta menilai indikasi kerugian negara jika terbukti proyek dikerjakan dengan cara yang tidak semestinya.Selain audit fisik, pemeriksaan administrasi terhadap kepala sekolah, komite, konsultan, dan pelaksana lapangan juga dianggap wajib dilakukan. Kejelasan alur tanggung jawab dan keputusan teknis harus digali untuk memastikan apakah penyimpangan terjadi karena kelalaian, ketidaktahuan, atau memang dilakukan secara terstruktur.
Desakan masyarakat ini muncul bukan hanya karena kekecewaan terhadap kualitas pekerjaan, tetapi juga karena harapan bahwa dana negara, khususnya untuk sektor pendidikan, harus digunakan secara tepat, transparan, dan berpihak pada masa depan generasi muda. Bangunan sekolah bukan hanya infrastruktur, tetapi juga tempat di mana masa depan anak-anak dititipkan—karena itu kualitasnya tidak boleh dikompromikan.
Hingga berita ini diterbitkan, ketua komite dan pihak Dinas Pendidikan Kalimantan Barat belum memberikan tanggapan resmi. Tim DetikReportase masih berupaya mendapatkan klarifikasi lanjutan dari pihak terkait.
✍️ Slamet | detikreportase.com | Ketapang – Kalimantan Barat
DETIKREPORTASE.COM : Mengawal Anggaran Pendidikan, Menjaga Hak Generasi Bangsa


