Bojonegoro (Detikreportase.com) – Dinas Pekerjaan Umum Sumber Daya Air (PU SDA) Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur diduga melakukan upaya perlindungan terhadap kontraktor nakal yang tidak bekerja sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
Tuduhan ini menguat setelah pernyataan Iwan Krestiawan, Kepala Bidang PU SDA, yang pada 16 Oktober 2024 disalah satu media siber lokal Bojonegoro menyatakan bahwa proyek Tembok Penahan Tanah (TPT) di Desa Tanjungharjo sudah sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB), meskipun terdapat pelanggaran mencolok di lapangan.
Sikap ini dinilai tidak tegas dan terkesan membela kontraktor yang bekerja tanpa mematuhi prosedur standar.
Pantauan langsung di lokasi proyek mengungkap berbagai ketidaksesuaian antara pernyataan Iwan Krestiawan dan kondisi di lapangan.
Para pekerja tidak menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang diwajibkan sesuai dengan standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Pengecoran dilakukan secara manual, tanpa menggunakan beton siap pakai (hotmix atau cor pabrikan), yang dapat mengurangi kualitas bangunan. Bahkan, pengecoran dilaksanakan saat kondisi air masih menggenang, yang bertentangan dengan prosedur teknis yang ideal.
Pengecoran manual dengan molen kecil yang mencampur pasir, semen, dan koral tanpa standar yang jelas memperkuat kekhawatiran terkait kualitas proyek. Proses ini juga bertentangan dengan standar ISO 9001 yang menekankan pentingnya pengendalian mutu dalam setiap tahap proyek konstruksi. Pengecoran dalam kondisi air menggenang bisa mempengaruhi kepadatan dan kekuatan material, yang berakibat pada risiko kerusakan lebih cepat dan bangunan yang tidak memenuhi standar keamanan.
Pertanyaan serius muncul tentang kualitas bangunan yang dihasilkan dari metode pengecoran manual dan dilakukan dalam kondisi air masih ada. Dalam proyek TPT yang berfungsi untuk menahan tekanan tanah, kualitas pengecoran sangat penting. Jika tidak, risiko kerusakan dini dan biaya perawatan akan melonjak, yang berujung pada pemborosan anggaran negara.
“Pernyataan PU SDA bahwa proyek sudah sesuai RAB terdengar seolah membela kontraktor yang jelas-jelas bekerja tidak sesuai standar. Ini bukan kali pertama terjadi, dan sangat mengkhawatirkan jika tidak ada langkah tegas dari pemerintah daerah,” ungkap seorang pengamat konstruksi lokal Abdur Rasid.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, semua pekerjaan konstruksi harus mengikuti standar keselamatan, keamanan, dan kualitas yang berlaku.
Selain itu, Peraturan Menteri PUPR Nomor 24 Tahun 2022 tentang Pedoman Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan Konstruksi menegaskan kewajiban penggunaan APD dalam proyek demi menjaga keselamatan pekerja. Temuan di lapangan yang menunjukkan pelanggaran terhadap K3 dan prosedur teknis menjadi bukti bahwa standar ini diabaikan.
Selain itu, standar ISO yang terkait dengan mutu beton, seperti ISO 22965 tentang pembuatan beton dan ISO 9001 tentang sistem manajemen mutu, menggarisbawahi pentingnya kontrol kualitas yang ketat dalam setiap tahap konstruksi. Proses pengecoran manual dalam kondisi air menggenang sangat berisiko mengurangi standar yang diharapkan, menimbulkan keraguan terhadap integritas bangunan yang dihasilkan.
Kasus ini menambah daftar panjang persoalan dalam pengawasan proyek pemerintah di Kabupaten Bojonegoro. Dinas PU SDA, sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas pengawasan teknis, wajib memberikan penjelasan yang transparan dan mendetail terkait dugaan pelanggaran SOP ini. Ketidaktegasan dalam menindak kontraktor yang tidak mematuhi aturan hanya akan menurunkan kepercayaan publik dan memicu spekulasi adanya kepentingan tersembunyi dalam proyek tersebut.
Dugaan upaya perlindungan terhadap kontraktor bermasalah oleh Dinas PU SDA tidak hanya mencerminkan kegagalan dalam satu proyek TPT di Desa Tanjungharjo, tetapi juga menyoroti kelemahan dalam pengawasan proyek pemerintah secara keseluruhan.
Ke depan, perlu ada komitmen lebih tegas untuk menegakkan aturan dan memastikan standar teknis dipatuhi demi kepentingan publik dan keamanan infrastruktur. (Redho)